Melalui permainan tradisional, Made Taro mengenalkan aksara Bali kepada anak-anak. Begini caranya.
Usianya
sudah 80 tahun lebih. Tapi, semangat Made Taro seperti tak pernah padam menjadi
penjaga dongeng, gending rare, dan permainan tradisional Bali. Mendongeng,
bernyanyi, dan bermain bersama anak-anak seolah memberinya tambahan energi.
Minggu
(9/2), Made Taro kembali tampil di Penggak Men Mersi, Denpasar. Lelaki
kelahiran Desa Sengkidu, Karangasem, tahun 1939 silam itu mengisi acara aguron-guron (workshop) permainan tradisional Bali serangkaian kegiatan Pekan Generasi
Sadar Aksara (Parasara) yang digelar Penggak Men Mersi bekerja sama dengan
Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olah Raga Kota Denpasar.
Di
tangan Made Taro, dongeng dan permainan Bali tak menjelma sesuatu yang kaku,
beku. Justru, di tangan peraih Maestro Seni Tradisi Lisan dari Menteri
Kebudayaan (2008) dan Pariwisata serta Anugerah Kebudayaan dari Presiden RI
(2009), dongeng, nyanyian, dan permainan tradisional Bali jadi lebih segar,
selaras dengan perkembangan zaman.
Gending
rare Dadong Dauh menjadi topik dibincangkan Made Taro bersama putra sulungnya,
Gede Tarmada. Aguron-guron yang dihadiri para orang tua dan guru-guru itu pun
bersemangat mengikuti materi pelatihan yang diberikan Made Taro.
Gending
Dadong Dauh memang sepintas kelihatan sangat sederhana. Lagu rakyat ini
mengisahkan seorang nenek bernama Dadong Dauh yang melihara ayam yang sedang mataluh (bertelur). Telur itu dicuri
oleh anak anak yang nakal. Telor dicuri dengan menggunakan sepit (sebuah alat
penjepit). Pada saat mencuri telor itu tampak gampang dan mudah, tetapi pada
saat membawa pulang yang mengalami banyak rintangan. Bagian inilah yang
dieksplorasi Made Taro menjadi sebuah permainan yang menarik.
Melalui
permainan Dadong Dauh, anak-anak dididik kedisiplinan, kecepatan, kehati-hatian,
dan fokus dalam mengerjakan sesuatu. Anak-anak diajak berlomba membawa telor
dengan penjepit. Jika ada masalah dalam membawa telor itu, anak-anak harus menyelesaikan
sendiri, tanpa bantuan orang lain. Misalnya, telor itu jatuh, maka harus
diambil sendiri lagi tanpa sepengetahuan dan bantuan orang lain. Telor yang
jatuh tidak boleh diambil dengan tangan, harus dengan sepit, sehingga
dibutuhkan ketenangan dan konsentrasi. “Jika peserta itu tegang dan tidak
fokus, maka mereka akan tidak dapat mngambil telor itu dengan baik. Disini
dibutuhkan konsentrasi tinggi,” sebutnya.
Untuk
mengenalkan aksara Bali, Made Taro juga menyisipkan aksara Bali dalam
permainan. Setelah telor itu terkumpul, para peserta wajib menyusun sesuai
dengan aksara yang ada dalam telor itu. “Aksara yang diisi disesuaikan dngan
tema acara yaitu serangkain dengan Bulan Bahasa Bali, maka saya mengisinya
dengan aksara yang jika disusun dengan benar menjadi “taluh bebek”. Hal ini
juga sebagai bentuk pembelajaran bahasa dan aksara Bali kepada para peserta,”
paparnya.
Made
Taro menuturkan, permainan ini sudah diciptakan sejak tahun lalu dalam kegiatan
penyuluhan bahasa Bali di Kabupaten Klungkung. Setiap kali memberikan workshop, ia selalu membuat
materi-materi baru yang menggabungkan permaian, cerita (dongeng) dan gending-gending rare yang sudah merakyat
di masyarakat. “Kami selalu mengemas dengan permainan yang sangat sederhana,
namun memiliki pendidikan etika, moral dan pendidikan karakter,” ungkapnya.
Kelian
Penggak Men Mersi, Kadek Wahyudita mengatakan, kegiatan aguron-guron atau workshop ini bertujuan untuk memformulasikan
secara sederhana teknik atau cara mengajarkan bahasa, aksara, dan sastra Bali
ke generasi milenial saat ini. “Sejatinya kita telah mewarisi cara-cara
sederhana itu. Salah satunya adalah dengan cara bermain. Karena itu, dalam workshop ini kami mengundang pakar permainan
tradisional, Bapak Made Taro untuk menjadi narasumber,” ungkapnya.
Wahyudita
berharap kegiatan workshop yang baru
pertama kali ini bisa menginspirasi para guru dan orang tua untuk membuat cara
mengajar bahasa Bali yang efektif melalui kegiatan yang menyenangkan. “Harapan
kami, ini tidak hanya dilakukan saat kegiatan Parasara, melainkan juga bisa
dilakukan secara kontinu setiap bulan,” tandasnya.
_________________________________
Teks dan foto: Made
Radheya
COMMENTS