Keberadaan Lembaga Perkreditan Desa (LPD) Desa Pakraman di Bali sudah jelas diatur hukum adat sesuai Pasal 18B ayat (2) UUD 1945 dan ditegaskan kembali dalam UU Nomor 1 tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro (LKM). Karena itu, masalah kedudukan hukum LPD hendaknya tidak perlu diperdebatkan lagi.
Keberadaan Lembaga Perkreditan Desa (LPD) Desa Pakraman di Bali sudah
jelas diatur hukum adat sesuai Pasal 18B ayat (2) UUD 1945 dan ditegaskan kembali dalam UU Nomor 1 tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro (LKM). Karena itu, masalah kedudukan hukum LPD hendaknya tidak perlu diperdebatkan
lagi. Pembicaraan mengenai LPD kini mestinya difokuskan kepada aspek tata
kelola (sasana) dan kinerja dalam
mensejahterakan masyarakat adat Bali dalam upaya menopang pertumbuhan ekonomi
nasional.
Pandangan ini dikemukakan sejumlah guru besar
ilmu hukum dari beberapa universitas di Indonesia dalam seminar nasional “Peranan
LPD sebagai Lembaga Keungan Komunal dalam Meningkatkan Perekonomian Masyarakat
Desa Adat Bali” yang dilaksanakan Fakultas Hukum Universitas Warmadewa bekerja
sama dengan LPD Desa Adat Kedonganan di gedung Widya Sabha Utama Universitas
Warmadewa Denpasar, Selasa (18/12). Para guru besar ilmu hukum yang
menjadi pembicara, yakni I Nyoman Nurjaya (Universitas Brawijaya), I Gede Arya
Bagus Wiranata (Universitas Lampung) Zaenal Arifin Husein (Universitas
Muhammadyah Jakarta), Johannes Ibrahim Kosasih (Universitas Warmadewa) dan I
Made Suwitra (Universitas Warmadewa). Selain itu, turut tampil sebagai
pembicara sejumlah praktisi, yakni Gde Made Sadguna (Ketua Dewan LPD Bali), I
Ketut Madra (Ketua LPD Kedonganan), I Ketut Sumarta (konsultan adat dan budaya
Bali), serta Jro Gede Putu Suwena Putus Upadesa (Ketua Majelis Utama Desa
Pakraman Bali).
“LPD sudah jelas berdasarkan hukum adat. Dalam
UUD 1945 ditegaskan Negara mengakui dan mengayomi kesatuan-kesatuan hukum adat
yang sudah ada sebelum Negara ini ada,” kata Nurjaya.
Menurut Nurjaya, Pemerintah Provinsi Bali mesti
berterima kasih dan bangga kepada LPD. Pasalnya, lembaga keuangan berbasis
komunitas adat ini hingga kini eksis dan memberi kontribusi besar pada
pertumbuhan perekonomian Bali yang berarti juga mendukung pertumbuhan ekonomi
nasional.
“Sungguh ide cerdas Gubernur Mantra yang
menempatkan LPD di desa adat, bukan di desa dinas. Dengan diletakkan di bawah
desa adat atau desa pakraman, LPD menganut prinsip semi-autonomous social field. LPD diatur berdasarkan hukum adat,
tetapi juga mengadopsi hukum negara,” tandas Nurjaya.
Perda Mengatur Tata Kelola, Bukan Substansi
Pandangan senada juga disampaikan Zaenal Arifin
Husein. Zaenal memandang LPD sebagai upaya memberikan akses keuangan dan
perekonomian bagi masyarakat adat. Menurut Zaenal ArifinI G, setiap kelompok
masyarakat di Indonesia memiliki legal
standing. Masyarakat adat berhak menata kehidupannya berdasarkan
keyakinannya. Dengan karakteristiknya yang hanya melayani komunitas, LPD
termasuk kategori lembaga forum internum.
“Boleh dibuatkan perda, sepanjang tidak mengatur
substansi adatnya. Yang boleh diatur oleh perda adalah tata kelolanya, bukan
substansinya,” beber Zaenal Arifin.
Zenal Arifin membandingkan dengan masalah zakat
di kalangan umat Islam Indonesia. Negara mengatur tata kelola zakat melalui UU
Pengelolaan Zakat. “Yang diatur negara hanyalah pengelolaannya. Kalau zakatnya
tetap berdasarkan agama Islam, tidak boleh diintervensi negara,” tegas Zaenal
Arifin.
I Gede Arya Bagus Wiranata juga berpandangan
serupa. Kedudukan hukum LPD tidak hanya sudah jelas, tetapi juga menjadi berkah
bagi LPD, terutama setelah keluarnya UU No. 1 tahun 2013 tentang Lembaga
Keuangan Mikro yang mengecualikan LPD. “Ini patut disyukuri oleh masyarakat
Bali karena keberadaan LPD tidak hanya diakui, tetapi juga tidak diwajibkan
tunduk kepada UU LKM karena diatur dengan hukum adat,” tandas Wiranata.
Namun, Johannes Ibrahim Kosasih yang ahli hukum
perbankan tetap mengingatkan LPD yang dalam faktanya menjalankan
praktik-praktik perbankan. Praktik perbankan hanya bisa dilakukan oleh lembaga
yang berbadan hukum. Kalau LPD tidak berbadan hukum, maka mesti kembali ke
fungsi asalnya sebagai lembaga keuangan khusus yang hanya melayani
komunitasnya.
Hakim Mahkamah Konstitusi, Dewa Gede Palguna yang
tampil sebagai pembicara kunci (keynote
speaker) menegaskan LPD sudah mendapat pengakuan tunduk kepada hukum adat. Negara,
kata Dewa Palguna, hanya mengakui hukum adat, tidak boleh mencampuri. Perda
boleh mengatur, tetapi lebih bersifat rekomendasi tentang pengakuan terhadap
LPD. “Karena LPD bukan lahir dari produk
hukum positif,” kata Dewa Palguna.
Namun, Dewa Palguna mengingatkan persoalan tidak
samanya aturan pada masing-masing desa adat. Hal ini, kata Dewa Palguna, perlu dibuatkan
pararem yang kemudian dikukuhkan dalam perda. “Dalam
pengelolaan LPD harus ada kesamaan pandangan,” tegas Dewa Palguna. (b.)
COMMENTS