Teater Taksu Komunitas Sastra Lentera SMAN 2 Semarapura mengisi peringatan Bulan Bahasa dengan kegiatan nyastra , Jumat (26/10). Melalui a...
Teater Taksu Komunitas
Sastra Lentera SMAN 2 Semarapura mengisi peringatan Bulan Bahasa dengan
kegiatan nyastra, Jumat (26/10).
Melalui aneka pertunjukan teater, musikalisasi puisi, serta diskusi sastra, mereka
memaknai sastra sebagai refleksi kehidupan. Melalui jalan nyastra, mereka
menepi mencari suluh di bulan sepuluh (Oktober) yang dijadikan sebagai tema
kegiatan. Acara “Nyastra di Bulan Sepuluh, Menepi Mencari Suluh” turut dihadiri
para pegiat sastra di Klungkung, di antaranya Dewa Gede Anom, Wayan Suarta, IB
Pawanasuta, serta IB Widiasa Keniten.
![]() |
Penampilan musikalisasi puisi Teater Taksu Komunitas Sastra Lentera SMAN 2 Semarapura (balisaja.com/pawanasuta) |
Penyair Wayan Suarta
memberikan tips bersastra yang dikutip dari puisi Umbu Landu Paranggi “cinta
yang membuat sesekali untuk tetap bertahan”. “Bertahan di jalan sastra itu
butuh kesetiaan yang penuh seluruh,” kata Suarta.
Dewa Anom mengungkapkan
makna "menepi" sebagai wujud adanya tujuan. Namun tujuan yang harus
tetap dijaga supaya tidak terus-menerus menepi. “Harus dijaga asa dan motivasi
dalam nyastra yang memang tidak
mudah,” kata Dewa Anom.
IB Widiasa Keniten
menyatakan nyastra adalah ruh kehidupan. Mereka yang sudah memilih jalan
nyastra akan menyambut kehidupan dengan penuh kehangatan. “sastra memang
sebagai suluh, penerang kehidupan,” kata Widiasa Keniten.
Pembina Teater Taksu
Komunitas Sastra Lentera, IB Pawanasuta menegaskan, sekolah berkewajiban
memberikan ruang bagi anak anak yang memilih ekstra, termasuk nyastra. Siswa
yang memilih jalan nyastra sebagai ruang ekplorasi diri mesti difasilitasi.
“Pembina hanya mewadahi, mengarahkan dan memberikan ruang apresiasi,” kata
Pawanasuta.
Acara nyastra dimeriahkan
dengan pembacaan puisi oleh Risa dan Gustu, pembacaan cerpen oleh Echy dan
Shyndi. Masatua Bali oleh Mirah dan story telling oleh Gung Ngurah. Anggota
Komunitas Sastra Lentera memainkan puisi “Matinya Seorang Penyair” karya
Subagio Sastrowardoyo dan puisi Bali modern, "Yen Padine Kuning"
karya Wayan Jendra. Apresiasi diakhiri oleh penampilan anak-anak Teater Taksu
Komunitas Sastra Lentera yang memainkan naskah “Aku Bukan Perempuan Lagi” karya
Cok Sawitri yang disutradarai oleh Suryani dan Risa. (b.)
COMMENTS