Karena itu, Sutjiati Berata mengajak para sarjana peneliti
bahasa lokal untuk menjaga dan melestarikan bahasa-bahasa lokal. “Sudah banyak bahasa yang
mati, dan itu tidak baik, karena membawa serta kebudayaannnya,” kata
Sutjiati Berata.
Konferensi yang diikuti 167 peserta dari Indonesia dan
luar negeri itu membahas 121 makalah dalam bidang bahasa dan sastra yang
berkaitan dengan bahasa-bahasa lokal. Menurut Ketua Panitia, Ida Ayu Laksmita
Sari, koneferensi mengambil tema Empowerment and
Preservation of Local Languages dengan mengundang pembicara kunci dan pembicara
utama dari Jepang, Singapura, dan Indonesia, yakni Hara Mayuko (Associate
Professor dari Osaka
University), Cece Sobarna (guru besar Linguistik dari Universitas Padjajaran), I Nyoman Darma Putra (guru
besar sastra dari Universitas
Udayana).
Upaya penyelamatan bahasa daerah dari kepunahan juga
menjadi perhatian pada pembicara. Salah seorang pembicara, Arga Maulana
Pasanrangi dari Universitas Hasanuddin menyampaikan gagasan mengembangkan
bahasa daerah dengan memperbanyak kegiatan seni pertunjukan, agar masyarakat
mengenal dan mencintai bahasa daerahnya. “Pemerintah dan masyarakat memainkan
peranan penting dalam hal ini,” ujar Pasanrangi dalam sidang pleno kedua, Sabtu
(24/2).
Ulinsa dari Universitas Tadulako menyampaikan
pentingnya penggunaan teknologi yang relevan untuk mengembangkan bahasa lokal,
misalnya menyajikan cerita rakyat dengan teknik animasi sehingga menarik
perhatian anak-anak dan generasi muda. “Jangan sampai anak-anak kita hanya
mengenal komik Jepang,” ujar Ulinsa.
Adolfina Krisifu dari Papua menyampaikan tiga langkah
utama yang bisa dilaksanakan untuk mengembangkan bahasa lokal, yaitu penelitian
oleh kelompok akademis yang hasilnya bisa diberikan kepada pemerintah untuk
menyusun kebijakan dan program nyata, penggunaan bahasa dalam berbagai ranah
seperti pendidikan dan kegiatan agama, dan di tingkat keluarga.
Dosen Sastra Indonesia Unud, Maria Matildis Banda
menyampaikan bahasa daerah memiliki kekayaan kosa kata dan konsep yang menarik
diadopsi dalam penciptaan karya sastra dan karya sastra akan menghidupkannya. “Penting
sekali langkah berkelanjutan untuk meneliti bahasa daerah sehingga tata bahasa
bisa menjadi sarana bagi amsyarakat untuk mempelajarinya dalam waktu mendatang,”
ujar dosen Sastra Indonesia FIB Unud yang banyak menulis novel. Dalam
karya-karya novelnya berlatar belakang daerah-daerah di Nusa Tenggara Timur
(NTT), Maria banyak memanfaatkan kosa kata dan konsep lokal sesuai latar
cerita.
Ketua
APBL, I Made Budiarsa menyatakan
usaha penyelamatan dan pengembangan bahasa lokal menjadi tujuan utama dari APLB, terutama
dalam riset, berbagi
dalam seminar, dan publikasi. Juni mendatang, APBL juga bakal menggelar konferensi
di Kupang. (b.)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar