Lembaga Perkreditan Desa (LPD) di desa pakraman memang menjalankan fungsi utama sebagai lembaga keuangan khusus komunitas adat Bali. Namun,...
Lembaga
Perkreditan Desa (LPD) di desa pakraman memang menjalankan fungsi utama sebagai
lembaga keuangan khusus komunitas adat Bali. Namun, karena kekhasannya sebagai
penyangga adat, budaya dan agama di desa pakraman, LPD juga mengemban fungsi
sosial budaya. Justru, fungsi sosial budaya ini merupakan fondasi yang
memperkuat keberadaan LPD di desa pakraman.
Kesadaran ini
mendorong Desa Adat Kedonganan membentuk pasraman. Sejak tahun lalu, Desa Adat
Kedonganan membangkitkan kembali model pendidikan tradisional ala Bali. Jika
sebelumnya pasraman bersifat
insidental, kini pasraman di
Kedonganan dilembagakan. Namanya, Pasraman Citta Dharma Shanti. Pembentukan pasraman ini disokong penuh LPD Desa
Adat Kedonganan.
Menurut
Bendesa Adat Kedonganan, I Ketut Puja, pembentukan pasraman ini merupayakan
upaya Desa Adat Kedonganan untuk meningkatkan pemahaman, penghayatan dan
pelaksanaan adat dan budaya Bali serta agama Hindu di kalangan krama Desa Adat Kedonganan. Melalui pasraman, diharapkan sradha dan bhakti krama dalam melestarikan adat dan budaya Bali serta agama
Hindu semakin kokoh.
Ketua LPD Desa
Adat Kedonganan yang juga Ketua Pasraman Citta Dharma Shanti, I Ketut Madra
menjelaskan pembentukan pasraman ini
merupakan implementasi perintah Pararem
Pangele Desa Adat Kedonganan tentang LPD Desa Adat Kedonganan. “Tujuan utamanya,
mewujudkan pancakreta di Desa Adat
Kedonganan,” kata Madra.
Pancakreta, beber Madra, meliputi lima
jenjang kesejahteraan, meliputi kreta
angga (kesejahteraan perseorangan), kreta
warga (kesejahteraan keluarga), kreta
desa (kesejahteraan masyarakat desa adat), kreta negara (kesejahteraan negara dalam berbagai tingkatan), serta
kreta bhuwana (kelestarian dan
keharmonisan alam semesta). Pancakreta
juga menjadi landasan untuk menjalankan pancayadnya
di desa pakraman.
Menurut Madra,
LPD memang memiliki kewajiban budaya untuk turut memikirkan, merancang dan
melaksanakan program-program penguatan adat, budaya dan agama di desa pakraman.
Apalagi pemahaman dan penghayatan krama atas adat, budaya dan agama kuat, hal
itu akan bermuara pada penguatan LPD.
“Di sinilah
kekhasan LPD yang menyebabkannya tidak sama dengan bank, lembaga keuangan
mikro, atau koperasi,” kata Madra.
Terlebih lagi,
imbuh Madra, dalam Pararem LPD Desa Adat Kedonganan sudah ditegaskan keberadaan
LPD yang tidak hanya menjalankan kegiatan usaha simpan pinjam, tetapi juga bisa
dikembangkan sebagai lembaga aset desa atau lembaga dana punia krama desa.
Namun, Madra
menegaskan, Pasraman Citta Dharma Shanti yang dibentuk Desa Adat Kedonganan
dengan dukungan penuh LPD ini akan dikelola layaknya sebuah lembaga pendidikan
yang menggabungkan nilai-nilai tradisi lokal Bali dan modern. Pasraman ini, kata Madra, tidak hanya
akan menjadi pusat pendidikan krama
adat, tetapi juga pusat kegiatan pembinaan spiritual, pusat pengembangan
budaya, pusat pembinaan ekonomi berbasis adat, bahkan pusat pengembangan
keamanan desa pakraman.
“Basis utama
kegiatannya memang pendidikan dengan landasan kearifan lokal Bali,” kata Madra.
Dia mengajak krama Desa Adat Kedonganan memanfaatkan
pasraman ini untuk meningkatan kualitas diri sebagai krama adat yang teguh menjaga adat, budaya dan agamanya di tengah
dinamika perubahan yang cepat. Pasraman menjadi media menyeimbangkan antara
pembangunan aspek fisik dan ekonomi dengan aspek mental dan spiritual di Desa
Adat Kedonganan.
“Dari aspek
fisik dan ekonomi atau jagadhita, krama Desa Adat Kedonganan sudah
merasakan kemajuan yang pesat. Kini saatnya memperkokoh aspek mental dan
spiritual atau moksartam yang
dilandasi dharma,” tandas Madra. (b.)
Teks dan Foto: Ketut Jagra
KOMENTAR