Banyak orang kini galau karena penghayatan kepada keberagaman kian memudar. Tak sedikit yang risau karena sikap toleran kian menipis. Di tengah situasi itu, para dosen, mahasiswa dan alumni Program Studi Pendidikan Seni Rupa (PSR), Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni (FPBS), IKIP PGRI Bali kembali menggemakan spirit kearifan lokal Bali, tat twam asi melalui sebuah pameran seni rupa. Pameran digelar di ruang pameran SMKN 1 Sukawati, Gianyar dan dibuka Rektor IKIP PGRI Bali, I Made Suarta dan didampingi Ketua YPLP PT IKIP PGRI Bali, IGB Arthanegara, Sabtu (22/4).
“Tat twam asi bermakna bahwa itu adalah kamu juga. Ketika kamu bisa menangkap atau merasakan dan mewujudkan dalam karya itulah karyamu. Karyamu itulah salah satu wujudmu. Dalam hal ini kita diharapakan mampu dan bisa merasakan apa yang dirasakan orang lain, ini pula merupakan salah satu pembentukan sebuah karakter,” kata Ketua Program Studi (Prodi) PSR, FPBS, IKIP PGRI Bali, I Made Sujana yang juga ketua panitia pameran.
Menurut Sujana, tat twam asi mengajarkan manusia untuk selalu bertoleransi dan saling menolong. “Konsep tat twam asi sangat relevan dijalankan pada masa ini karena dapat meningkatkan rasa toleransi yang saat ini semakin melemah,” kata Sujana.
Dekan FPBS IKIP PGRI Bali, I Ketut Yarsama mengapresiasi pameran yang digelar Prodi PSR. Tema tat twam asi dinilainya tepat karena mengandung makna bahwa aku adalah karyaku dan kamu adalah karya yang diciptakan untukku. Tema ini juga menegaskan seni sebagai media pembentukan karakter.
“Pameran seni ini diharapkan mampu menggali potensi dan inovasi para mahasiswa, dosen dan alumni program studi Seni Rupa dalam memproduksi seni rupa. Karya seni yang diproduksi sudah tentu tidak menghilangkan jati diri karya seni yang dilandasi logika, estetika, dan etika,” kata Yarsama.
Rektor IKIP PGRI Bali, I Made Suarta mengatakan setiap kali menghadiri pameran seni rupa, dia selalu merasa kagum yang luar biasa karena karya cipta seniman sebagai karya imajinasi, renungan, ketekunan dan keuletan tidak dimiliki oleh setiap insan. Menurutnya, goresan pena, emosi jiwa yang bermuara pada lukisan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari pikiran, ucapan, emosi, visi serta tindakan dalam mengungkap misteri kehidupan melalui seni rupa.
“Dari sinilah akan lahir karakter seseorang, karakter seni yang bermuara pada seni rupa modern, klasik, dan kontemporer,” kata Suarta.
Pameran yang berlangsung hingga 29 April itu diikuti 37 peserta, terdiri atas delapan dosen, 28 mahasiswa serta empat alumni, termasuk Kepala SMKN 1 Sukawati. Karya yang dipamerkan meliputi seni lukis, seni patung dan instalasi, serta fotografi. Pembukaan pameran juga dimeriahkan dengan pertunjukan seni kolaborasi mahasiswa Prodi Pendidikan Bahasa Indonesia dan Daerah serta Pendidikan Seni Drama, Tari dan Musik bertajuk “Catur Warna”. (b.)
Laporan: I Nyoman Samba