Penikmat sastra tradisional pasti
langsung teringat sosok Ida Pedanda Made Sidemen tatkala Pesta Kesenian Bali
(PKB) ke-38 digelar mulai Sabtu (11/6) dan berakhir Sabtu (9/7) mendatang.
Sebabnya, tema PKB kali ini, “Karang Awak” memang mengingatkan kepada salah
satu kutipan bait dalam Geguritan
Salampah Laku karya kawi-wiku
dari Sanur, Denpasar Selatan itu. “Tong
ngelah karang sawah, karang awake
tandurin”, yang kurang lebih bermakna “Karena tak punya tanah sawah, bersawahlah
di dalam diri sendiri”.
Karang
awak dalam bait puisi tradisional Ida Pedanda Made Sidemen dimaknai sebagai
dunia dalam diri, jagat kecil manusia. Orang mungkin saja tidak punya tanah
untuk dibajak, boleh jadi miskin harta benda, tapi dia punya tanah mahaluas
yang tidak akan pernah habis dibajak dan kekayaan yang tak ternilai, tiada lain
dirinya sendiri. Para intelektual modern kini menyebutnya sebagai kompetensi
diri. Dalam pandangan manajemen modern, sumber daya manusia berkualitas dengan
kompetensi diri yang tepat memiliki nilai yang setara bahkan lebih tinggi
tinimbang modal kapital dan aset fisikal.
Penari Bali tampil dalam ajang Pesta Kesenian Bali (PKB) |
Itu sebabnya, bisa dimaklumi bila
Ida Pedanda Made Sidemen dipandang sebagai ilmuwan tradisional Bali yang
memiliki cara pandang visioner. Sang pengarang yang juga pelayan umat ini
menyadari betapa tantangan menjadi manusia (Bali) kian hari kian berat saja.
Orang tidak cukup lagi hanya mengandalkan modal kapital maupun aset fisikal
untuk memenangkan persaingan, tetapi juga tidak lupa mengisi diri dengan
berbagai kompetensi, baik kompetensi pengetahuan, keterampilan, profesionalisme
dan kredibilitas.
Namun, panitia PKB tampaknya lebih
memilih memaknai karang awak sebagai
“mencintai tanah kelahiran”. Pilihan ini pengejawantahan dari tema payung pesuk wetuning bhuwana, menjaga
sinergitas dan keseimbangan semesta. Karang
awak sebagai semangat mencintai tanah kelahiran diturunkan dari tema panca mahabhuta yang akan menjiwai
pelaksanaan PKB selama lima tahun ke depan, dan diawali dengan tanah atau perthiwi pada tahun ini.
Konsep perthiwi, karang atau
tanah dalam kebudayaan Bali memang sangat luas sekaligus dalam. Orang Bali
menyebut tanah sebagai ibu, sehingga muncul ungkapan Ibu Perthiwi, Ibu Bumi.
Sebagai ibu, tanah bukan saja yang menyebabkan manusia ada karena tanah sebagai
salah satu dari lima unsur pembentuk kehidupan (panca mahabhuta), tetapi juga penyangga dan perawat paling setia
bagi kehidupan umat manusia.
Itu sebabnya, tanah memiliki arti
penting dalam kehidupan masyarakat Bali. Ikatan yang kuat pada tanah (perthiwi)
memunculkan rasa cinta orang Bali kepada tanah kelahiran, tanah pelekadan. Orang Bali dikenal sebagai etnis yang memiliki
ikatan kuat terhadap tanah kelahirannya. Di mana pun mereka tinggal, di luar
Bali bahkan di luar negeri, kecintaan pada tanah kelahiran tiada pernah surut.
Malah, jarak geografis dalam rentang waktu yang lama menyebabkan kecintaan pada
Bali kian dalam saja. Orang Bali yang lama di luar Bali seringkali merasa jauh
lebih Bali tinimbang saudara-saudaranya yang tinggal di Bali.
Namun, bagi Ida Pedanda Made Sidemen
tanah dalam wujud fisik di luar diri memang penting, tetapi juga yang tak kalah
penting memahami kesejatian tanah di dalam diri. Inilah lahan yang tak
terhitung luasnya sehingga tidak akan pernah habis dibajak. Tapi, tak banyak
orang menyadari karunia lahan mahaluas di dalam diri ini, apalagi mau tekun
merawatnya hingga berbuah. (b.)
Teks: Ketut Jagra
Tidak ada komentar:
Posting Komentar