Tak banyak orang Bali yang
menyadari, kalender Bali tahun ini ditandai dua Sasih Jyesta. Sasih Jyesta
pertama dimulai pada Kamis (7/4) dan berakhir pada Kamis (5/5). Sasih Jyesta
kedua yang disebut Mala Jyesta dimulai pada Jumat (6/5) dan berakhir pada
Minggu (5/6) mendatang. Inilah bulan ketiga belas dalam tika (sistem kalender)
Bali yang diyakini sebagai bulan yang tidak baik untuk padewasan (hari baik-buruk).
Penekun dan penyusun kalender
Bali, I Gede Marayana menjelaskan Sasih Mala Jyesta muncul sebagai akibat
kalender Bali menggunakan sistem pengerepeting
sasih (harmonisasi atau memadukan perhitungan bulan). Sistem ini bertujuan
agar penetapan Tawur Kasanga dan hari raya Nyepi tetap pada bajeging surya (saat Matahari berada di
Khatulistiwa), sekitar bulan Maret.
Orang Bali Ngaben, menghindari Sasih Mala Jyesta |
Ida Pandita Nabe Sri Bhagawan
Dwija Warsa Nawa Sandhi dari Geria Tamansari Lingga Ashrama Jalan Pantai Lingga
Singaraja dalam situs www.stitidharma.org
menjelaskan kalender Hindu-Bali menggabungkan beberapa sistem, yakni Surya Pramana
(tempo perputaran bumi mengelilingi matahari), Candra Pramana (tempo perputaran
bulan mengelilingi bumi), dan Wuku (Candra Pramana yang berhubungan dengan ala-ayuning dewasa = buruk-baiknya
hari).
Sistem Surya Pramana menghasilkan
jumlah hari dalam setahun sebanyak 365 hari, sedangkan sistem Candra Pramana
menghasilkan jumlah hari dalam setahun sebanyak 360 hari, sehingga setiap tahun
akan terjadi selisih selama lima hari.
“Dengan kata lain, dalam enam tahun jumlahnya genap 30 hari (satu
bulan). Pergantian sasih terjadi di saat Tilem sehingga disebut amawasanta,” beber Ida Pandita.
Untuk selalu menyamakan
unsur-unsur yang digunakan dalam menetapkan Tawur Kasanga dalam rangka hari Nyepi,
setiap enam tahun perlu diadakan ‘pengerepet’ yakni ‘mendobelkan’ sebuah sasih
di bulan yang sama (menurut Surya Pramana). Sasih
yang dipilih sebagai pengerepet hanya
dua secara bergantian, yakni Jyesta atau Sada, karena kedua sasih itu dianggap mala (kotor).
“Sekitar dua sampai tahun sekali,
orang Bali bertemu dengan Sasih Mala Jyesta lalu dua sampai tiga tahun kemudian
bertemu dengan Sasih Mala Sadha. Tahun 2016 ini muncul Sasih Mala Jyesta,
sedangkan tahun 2019 muncul Sasih Mala Sadha. Lalu tahun 2022 kembali muncul Mala Jyesta,” beber Marayana.
Dalam sistem padewasan (keyakinan mengenai hari baik dan buruk) Bali, Sasih
Jyesta dan Sadha memang dianggap tidak baik. Keyakinan ini dilandasi dengan sistem
Trilingga yang tidak muncul selama rentang Sasih Jyesta dan Sadha. Trilingga
yakni tiga unsur planet, yaitu Matahari-Bulan-Bintang (Surya-Candra-Lintang
Trenggana) yang dijadikan dasar penentuan hari baik-buruk.
“Pada Sasih Jyesta dan Sadha,
posisi bintang Kartika atau bintang Tenggala (Trenggana) tidak terlihat atau
disebut merem. Waktu seperti ini,
dalam keyakinan tradisional Bali dianggap tidak baik digunakan untuk
melaksanakan upacara,” kata Marayana.
Bintang Kartika dan bintang
Trenggana diyakini sebagai bintang dari segala bintang. Kedua bintang ini
memancarkan cahaya paling terang. Ini diyakini sebagai ciri kemakmuran.
Marayana menandaskan sistem
kalender Hindu-Bali memang sangat unik dan otentik. Hal itu dikarenakan
karakternya yang memadukan antara tiga sistem, yaitu Surya Pramana, Candra Pramana
dan Wuku. Ketiga sistem itu dilandasi prinsip-prinsip matematis, geografis,
sistematis dan religius.
“Itu sebabnya, jangan disamakan
antara sistem kalender Bali dengan sistem kalender lain. Kalau ingin memahami
sistem kalender Bali, gunakanlah cara pandang tika Bali,” tandas Marayana. (b.)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar