Makna ritual melasti menjelang hari raya Nyepi.
Mulai hari ini, Minggu (6/3), pantai-pantai penting di Bali bakal
dipenuhi ribuan umat Hindu. Sejak subuh, iring-iringan orang Bali akan memenuhi
jalan-jalan menuju pesisir atau pun sumber-sumber mata air. Tradisi Hindu Bali
menyebut ritual ini sebagai melasti.
Di Denpasar, Pantai Padanggalak
biasanya menjadi pantai yang paling padat didatangi umat dari berbagai pelosok
di Kota Denpasar. Di Badung, umat biasanya mengarus menuju Pantai Kuta dan
Petitenget. Di Klungkung, Pantai Kusamba diserbu umat dari Klungkung dan
sekitarnya. Selain ke pantai, sumber-sumber mata air, seperti danau juga
dipenuhi warga.
Ada sejumlah pendapat mengenai
makna melasti. Ada yang menyebut kata melasti
berasal dari kata melas dan thi. Melas
berarti ‘menyucikan’ dan kata thi
berarti ‘kotor’. Namun, ada juga yang menyatakan kata melasti sesungguhnya berasal dari kata lasti. Lasti berarti ‘tepi’.
Melasti berarti ‘menuju ke tepi’:
tepi laut, tepi danau, tepi sumber-sumber mata air.
Dalam teks-teks tradisional, melasti dijelaskan sebagai upaya anganyutaken letuhing bhuwana, angamet sarining amertha, membuang segala kekotoran dunia, mengambil intisari anugerah kehidupan. Dari sinilah muncul pemaknaan melasti sebagai menyucikan alam makro dan mikrokosmos.
Namun, senyatanya, melasti
merupakan perjalanan suci menuju air. Ritual ini sejatinya ritual yang
mengingatkan manusia untuk senantiasa merawat sumber-sumber air. Ini merupakan
sebuah ritual yang kental semangat kehidupan agraris yang begitu berkepentingan
menjaga sumber-sumber air.
Melasti setahun sekali menjadi
momentum mengingatkan kembali manusia Bali untuk mengontrol dan merawat
sumber-sumber air. Lantaran air menjadi sumber daya terpenting dalam kehidupan.
Bila sumber air mengering, itu artinya ada ketidakharmonisan dalam ekosistem
hutan. Air akan tetap mengalir bila hutan-hutan terjaga keutuhannya, bukit dan
gunung terjaga kelestariannya.
Dalam perjalanan ke tepi, menuju air, manusia Bali bakal melintasi jalanan, dari pematang sawah hingga jalan besar. Perjalanan itu memberi ruang bagi manusia Bali merefleksi diri, memahami dinamika perubahan yang terjadi, dari tahun ke tahun. Terutama, tentu, bagaimana gambaran kondisi sumber-sumber air, seperti danau, mata air hingga pantai. (b.)
KOMENTAR