Bertepatan dengan hari Tumpek Landep, Sabtu (12/12) hari ini, sejumlah pura dengan keunikan sejarah di Bali Selatan melaksanakan pujawali. Pura apa saja itu?
Sabtu (12/12) hari ini ditandai tradisi Bali sebagai hari
Tumpek Landep. Masyarakat Bali-Hindu biasanya mengupacarai berbagai jenis
senjata yang dimiliki, termasuk kendaraan bermotor. Secara filosofis, menurut
Ni Made Sri Arwati dalam buku Hari Raya Tumpek (Upada Sastra, 2003) yang dipuja
pada hari Tumpek Landep adalah Sanghyang Pasupati. Selain itu, Tumpek Landep
juga sebagai pujawali Batara Siwa yang berfungsi melebur atau mamralina (mengembalikan ke asalnya).
“Tumpek Landep merupakan hari peringatan untuk memohon
keselamatan ke hadapan Hyang Widhi Wasa dalam manifestasinya sebagai Dewa
Senjata atau peralatan yang dibuat dari besi, logam, perak, emas dan sejenisnya
yang dipergunakan oleh manusia dalam kehidupannya,” jelas Arwati.
Pada hari ini, sejumlah pura yang memiliki fungsi pemujaan
Hyang Pasupati biasanya melaksanakan pujawali. Di kompleks Pura Besakih,
pujawali dilaksanakan di Pura Ida Ratu Pande. Sejumlah Pura Penataran Pande
yang tersebar di berbagai desa di Bali juga menggelar upacara serupa, seperti
Pura Penataran Pande Desa Kusamba dan Pura Penataran Pande Dalem Baturjati,
Mengwi.
Di daerah Bali Selatan, sejumlah pura umum juga melaksanakan
pujawali. Sejumlah pura ini pun memiliki keunikan sejarah sendiri. Pura apa saja itu?
1. Pura Cedok Waru (Kuta)
Pura Cedok Waru, Kuta |
Nama Cedok Waru konon diambil dari peristiwa pasukan
Majapahit kehausan saat mendarat di Tegalwera, nama lain Kuta di masa lalu. Di
Tegalwera ini tumbuh banyak pohon waru. Pohon waru itulah yang digunakan daun
waru sebagai cedok (gayung) untuk mengambil air. Untuk mengenang peristiwa itu,
tempat ini dinamakan Cedok Waru.
Pura ini menyimpan getaran magis tinggi, memang. Di jaba
pura ini pula terdapat sebuah telaga suci berair tawar, kendatipun lokasi pura
hanya beberapa meter dari bibir pantai. Masyarakat Kuta biasanya tangkil ke
Pura Cedok Waru memohon taksu. Di pura inilah, sejumlah pelawatan barong di Kuta kerap nunas
taksu serta masolah. Di jaba pura
terdapat pohon kayu Manengen Sari yang biasa digunakan untuk bahan membuat tapel (topeng).
2. Pura Karang Boma (Sawangan, Nusa Dua)
Pura Karang Boma, Sawangan, Nusa Dua |
Pura Karang Boma menjadi tempat pesucian dan masolah
sejumlah pelawatan barong yang ada di
Denpasar dan Badung. Ada tujuh pelawatan
barong yang selalu lunga ke Pura
Karang Boma saat piodalan saban
Tumpek Landep yakni pelawatan barong
Banjar Lantang Bejuh, Sesrten, pelawatan barong dari Desa Sidakarya, Pedungan,
Bualu, Pagan, Kelandis, Suci, dan Sawangan sendiri. Pelawatan-pelawatan dari tujuh banjar atau desa itu memang nunas pasupati di pura ini.
Kayu bahan baku
membuat pelawatan barong di tujuh daerah itu diambil dari pohon Taru Ben Taro
yang tumbuh di bawah tebing Pura Karang Boma. Tepat di bawah tebing terdapat
kolam alami yang juga biasa dijadikan tempat untuk masuci (ngerehang) saat
dilakukan rehab pelawatan atau
memperbaiki prarai pelawatan.
3. Pura Muthering Jagat Dhalem Sidakarya (Denpasar)
Pura Muthering Jagat Dhalem Sidakarya |
Jarang yang tahu keberadaan Pura Mutering Jagat Dhalem
Sidakarya yang sejatinya memiliki kaitan erat dengan tari Topeng Sidakarya. Di
pura inilah biasanya orang nunas tirtha
dan beras sidakarya untuk melengkapi
pementasan tari Topeng Sidakarya. (b.)
Teks: I Putu Jagadhita
Teks: I Putu Jagadhita
COMMENTS