Bagaimana tradisi Bali menempatkan guru?
Hari ini, 25 November 2015
menjadi hari istimewa bagi para guru di Indonesia. Hari inilah diperingati
sebagai Hari Guru. Pada hari inilah bangsa Indonesia memberikan penghargaan dan
rasa terima kasih kepada para pendidik itu. Gurulah yang mencerdaskan bangsa
ini, gurulah yang mengangkat harkat dan martabat bangsa ini. Jika kemudian
bangsa ini cerdas, maka gurulah yang patut diberi ungkapan terima kasih
pertama.
Masyarakat Bali juga memiliki
tradisi hari guru. Seminggu lagi, masyarakat Bali merayakan hari Pagerwesi. Pada
hari itu umat Hindu memuja Siwa selaku Hyang Pramesti Guru, Hyang Widhi dalam
manifestasi sebagai guru dunia, guru tertinggi.
![]() |
Guru pengajian, mengajar di sekolah. (balisaja.com) |
Tiga minggu kemudian, masyarakat
Bali juga merayakan hari Piodalan Batara Guru yang jatuh pada Redite (Minggu) Umanis wuku Ukir, umat Hindu, terutama di Bali. Pada hari itu umat
Hindu memuja Batara Guru, para leluhur yang telah memberikan tuntunan kepada
keturunannya.
Dalam konspesi Hindu-Bali memang
dikenal empat macam guru yang dikenal dengan sebutan catur guru. Hyang Widhi
sebagai guru swadhyaya yang
menciptakan alam, sumber dari segala sumber. Guru rupaka yakni orang tua yang telah melahirkan kita. Guru pengajian tiada lain orang-orang
suci dan para guru di sekolah yang mengajarkan tentang ilmu pengetahuan. Guru wisesa yakni pemerintah yang
menjaga ketenteraman dan kesejahteraan negeri. Kepada keempat guru itulah kita
berhutang budi sehingga kepada keempat guru itu pula kita menghaturkan rasa
terima kasih dan bhakti kita.
Konsep catur guru ini
mengisyaratkan bahwa yang disebut guru tidaklah semata orang yang memberikan
pengajaran tentang ilmu pengetahuan di sekolah atau ashram. Orang tua,
pemerintah dan Tuhan pun juga merupakan guru.
Bahkan, jika ditelisik lebih
mendalam lagi, yang bisa disebut guru juga melebihi dari keempat guru dalam
konsep catur guru. Segala di dunia ini juga adalah guru. Karenanya, kita patut
berguru pada segala yang ada di dunia ini.
Ada ungkapan, pengalaman adalah
guru yang paling utama. Itu artinya, kita bisa berguru pada kehidupan kita
sendiri. Apa yang sudah terjadi pada diri kita bisa kita jadikan pelajaran
berharga. Kita pernah melakukan kekeliruan atau pun kesalahan yang berdampak
pada kehidupan kita. Maka, kita akan belajar untuk tidak lagi mengulangi kekeliruan
atau kesalahan itu. Kita menjadi guru bagi diri kita sendiri.
Kita juga merupakan guru yang
baik bagi orang lain. Sebaliknya orang lain juga guru yang baik bagi kita.
Ketika kita menjadi orang sukses maka kesuksesan kita bisa menjadi guru bagi
orang lain. Begitu juga ketika gagal, kegagalan kita bisa menjadi pelajaran
bagi orang lain. Begitu pula sebaliknya, kawan yang berhasil mencapai
cita-citanya dengan susah payah akan menjadi guru berharga bagi kita dalam
mewujudkan cita-cita. Bila kawan kita terperosok ke dalam jurang kenistaan,
kita bisa jadikan pelajaran agar tidak mengalami hal yang sama.
Guru yang tak kalah pentingnya
tentu saja alam. Bahkan, alam merupakan guru yang paripurna. Alam mengajari
kita banyak hal. Ilmu pengetahuan dan teknologi yang kemudian diajarkan oleh
guru kita di sekolah lahir dari sebuah kesetiaan berguru kepada alam.
Teori tentang gravitasi lahir
dari kesuntukan memahami gejala-gejala alam. Manusia bisa menciptakan pesawat
terbang yang memudahkan orang bepergian ke berbagai tempat di belahan bumi ini
hanya dalam waktu beberapa jam juga karena ketekunan meneliti perilaku
burung-burung terbang.
Begitulah guru yang bukan semata orang yang berdiri di
kelas mengajarkan suatu ilmu. Segalanya adalah guru maka mari kita berguru pada
segalanya. Bahkan, seorang guru yang baik pun akan berguru pada segalanya,
termasuk kepada muridnya sendiri. Karena kita memang sama-sama berguru,
sama-sama belajar. Selamat hari Guru! (b.)
Teks: Ketut Jagra
KOMENTAR