Sejak lama, berkembang salah
kaprah perihal perayaan hari Buda Wage Kelawu yang jatuh pada Rabu (11/11) besok.
Lantaran dikenal sebagai hari piodalan
pipis, lantas banyak orang menyebut orang Hindu-Bali memuja uang. Padahal,
justru hari Buda Wage Kelawu yang juga disebut Buda Cemeng Kelawu mengajak orang Hindu-Bali merenung di kedalaman
batin betapa uang hanyalah alat, bukan segala-galanya.
![]() |
Sesari uang kertas dalam banten (balisaja.com) |
Dosen Agama Hindu Institut
Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP) PGRI Bali, Ida Bagus Gde Bawa Adnyana
mengakui masyarakat awam di Bali memang menyebut Buda Wage Kelawu sebagai hari
piodalan pipis. Namun, itu tidak lantas berarti manusia Bali mengupacarai atau
memuja uang. Menurutnya, Buda Wage Kelawu merupakan momentum manusia Hindu-Bali
menyampaikan rasa syukur ke hadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa karena telah
menganugerahkan berlimpah harta untuk melakoni hidup dan kehidupan. Uang adalah
salah satu wujud harta yang memainkan peran besar dalam kehidupan manusia.
“Yang dipuja saat Buda Wage
Kelawu tiada lain Batar Rambut Sadana, Tuhan dalam manifestasi penguasa segala
harta, segala kekayaan. Jadi, orang Hindu-Bali saat hari Buda Wage Kelawu
menyampaikan terima kasih dan rasa syukur kepada Tuhan atas segala karunia
itu,” kata Bawa Adnyana.
I Made Wiradnyana, dosen Institut
Hindu Dharma Negeri (IHDN) Denpasar, menjelaskan hari Buda Wage Kelawu justru
merupakan momentum mengevaluasi hubungan manusia dengan uang. Ini tercermin
dalam tradisi di kalangan masyarakat Bali yang pantang bertransaksi menggunakan
uang saat hari Buda Wage Kelawu.
Di kalangan masyarakat Bali
pedesaan hingga kini masih dipegang kuat tradisi pantangan bertransaksi
menggunakan uang saat hari Buda Wage Kelawu. Mereka umumnya tidak mau melakukan
transaksi utang-piutang saat Buda Wage Kelawu.
(Baca: Buda Wage Kelawu, Pantang Bertransaksi Tunai)
(Baca: Buda Wage Kelawu, Pantang Bertransaksi Tunai)
“Manusia Bali sehari tanpa uang
saat Buda Wage Kelawu. Itu sama dengan puasa uang dalam sehari. Itu bentuk brata, pengendalian diri terhadap uang,” kata
Wiradnyana.
Puasa uang dalam sehari
dimaksudkan untuk mengingatkan manusia Bali tentang hakikat uang yang
sebetulnya sebagai alat tukar dalam memudahkan menjalani hidup dan kehidupan.
Dengan kata lain, uang bukan segala-galanya. Karena itu, manusia Bali
diingatkan agar tidak menjadi uang sebagai raja.
(Baca: Sehari Tanpa Uang)
“Kita bekerja memang untuk
mendapatkan penghasilan, untuk mendapatkan uang. Tapi, jangan sampai kita
diperbudak oleh uang. Segalanya butuh uang, tetapi uang bukan segalanya,” kata
Wiradnyana. (b.)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar