Bali memang memiliki banyak penulis. Ada yang menulis untuk media massa, jurnal akademik hingga di blog. Namun, sedikit penulis yang memiliki naskah buku siap terbit. Sejumlah penerbit pun mengaku sulit mendapatkan naskah berkualitas yang bisa diterbitkan.
Fakta ini terungkap dalam penjurian Widya Pataka, penghargaan khusus bagi penulis buku yang diprakarsai Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah Bali. Tim juri kerap kali kesulitan mendapatkan penulis yang akan diberikan penghargaan.
“Ada penulis yang jika dilihat karya-karyanya cukup berkualitas dan layak menerima Widya Pataka, tetapi tidak punya naskah yang siap diterbitkan,” kata Ketua Tim Juri Widya Pataka, Gde Aryantha Soethama.
Sebaliknya, ada penulis yang memiliki naskah buku siap terbit, tetapi kualitasnya belum memadai serta manfaatnya bagi masyarakat relatif terbatas. Naskah buku yang layak terbit bisa karena memiliki nilai jual, bisa juga karena nilai manfaatnya bagi masyarakat.
Memang, ketersediaan naskah buku siap terbit menjadi salah satu kriteria yang ditetapkan tim juri. Ini dikarenakan Widya Pataka merupakan penghargaan khusus. Penulis tidak menerima hadiah uang seperti lazimnya penghargaan bagi penulis. Penerima penghargaan menerima bantuan dana pencetakan dan penerbitan buku. Artinya, penulis bekerja sama dengan penerbit untuk menerbitkan naskahnya menjadi buku.
“Widya Pataka memang tidak semata untuk memotivasi penulis, tetapi juga menggairahkan industri penerbitan buku di Bali,” imbuh Aryantha Soethama.
Namun, apabila penulis menjual sendiri bukunya (direct selling), hasil penjualan buku sepenuhnya menjadi hak penulis. Jika penulis menjual bukunya melalui toko buku, mungkin penulis mendapat bagian separuh dari hasil penjualan karena separuh diambil toko buku dan distributor. Jauh lebih besar dari royalti 10% yang biasa diberikan kepada penulis buku.
Sulitnya mencari naskah siap terbit juga tergambar dari naskah para penerima Widya Pataka sejak tahun 2006 hingga sekarang. Umumnya, naskah yang diterbitkan merupakan kumpulan tulisan, bukan naskah utuh sebagai sebuah buku. Sebagian lainnya berupa naskah tesis atau disertasi.
Itu sebabnya, tim juri merekomendasikan Bapusipda Bali melengkapi Widya Pataka dengan program pembinaan bibit-bibit penulis muda. Anak-anak muda yang memiliki bakat dan kemauan menjadi penulis difasilitasi melalui program pendidikan dan pelatihan (diklat) penulisan kreatif buku. Hasil diklat itu diterbitkan menjadi buku.
Kepala Bapusipda Bali, Luh Putu Haryani tertarik dengan usulan tim juri itu. Dia berjanji akan menggodok usulan itu sehingga bisa menjadi program Bapusipda yang dibiayai APBD Bali. (b.)
http://feeds.feedburner.com/balisaja/pHqI