Bagaimanakah asal-usul Kota Gianyar? Siapa pendiri Kota Gianyar? Baca artikel berikut ini!
Kabar keberanian Dewa Manggis Kuning pun tercium ke seantero
Bali. Penguasa Buleleng, Gusti Panji Sakti terusik dengan berita ini karena
khawatir kehebatannya tersaingi. Panji Sakti pun menyerang Bengkel. Namun,
serangan ini bisa dipatahkan Dewa Manggis Kuning yang memiliki senjata bertuah
berupa tombak. Untuk mengenang peristiwa itu, tombak bertuah itu pun diberi
nama “Baru Alis”. Inilah yang kemudian menjadi pusaka utama raja-raja Gianyar
keturunan Dewa Manggis Kuning.
Keberhasilan Dewa Manggis Kuning pun menjadi buah bibir. Dia
pun mulai termahsyur sebagai pemimpin yang cakap, berani dan memiliki senjata
bertuah. Sejak itu pemondokan tempatnya tinggal bersama 40 pengikutnya di hutan
Bengkel berkembang menjadi sebuah desa. Orang-orang menyebutnya Desa Beng.
Setelah meninggal, Dewa Manggis Kuning digantikan putranya,
Dewa Manggis Pahang. Dewa Manggis Pahang kemudian digantikan putranya, Dewa
Manggis Bengkel. Cucu Dewa Manggis Kuning ini menikahi seorang putri Raja
Taman Bali, yang ketika itu tersohor sebagai kerajaan hebat di Bali. Dari
perkawinan ini lahir beberapa orang putra, yang tertua bernama Dewa Manggis
Jorog.
Dewa Gde Raka, Raja Gianyar 1896-1912 (sumber: Bali Pada Abad XIX) |
Dewa Manggis Jorog inilah yang memainkan peranan penting
dalam kelahiran Kerajaan Gianyar. Atas desakan Raja Taman Bali, Dewa Manggis
Jorog memindahkan tempat kediamannya ke salah satu tempat yang jaraknya sekitar
dua kilometer sebelah selatan Desa Beng. Atas bantuan Raja Taman Bali, sekita
tahun 1770 dibangun sebuah istana dan diberi nama Geriya Anyar yang berarti
‘tempat kediaman baru’. Desa yang muncul di sekitar istana baru itu kemudian
terkenal dengan nama Gianyar.
Secara resmi, pemindahan Dewa Manggis Jorog ke istana baru
di Gianyar dilakukan pada tahun 1771. Sejak itu pula, Gianyar bisa memperluas
wilayah kekuasaannya dan menjadi kerajaan yang berwibawa dan diperhitungkan di
Bali. Berkat kesuksesannya, Dewa Manggis Jorog dijuluki Dewa Manggis Sakti
serta dianggap sebagai pendiri Kerajaan dan Kota Gianyar.
Tim peneliti yang berasal dari Fakultas Sastra Unud, di
antaranya sejarawan Ida Bagus Sidemen dan Anak Agung Bagus Wirawan, merujuk
sebuah pustaka, yakni Besrijving van de
Poeri Agoeng te Gianyar yang menyebutkan hari petoyan/pemungkah di Merajan
Agung Puri Agung Gianyar jatuh pada hari Sukra Wage, wuku Krulut, Sasih Kadasa. Tradisi upacara petoyan ini masih
dilaksanakan hingga sekarang. Setelah ditelusuri menggunakan pendekatan tradisi
wariga dari beberapa ahli wariga dan
mensikronkan dengan program komputer, diketahui upacara pamlaspas atau pamungkah
(semacam upacara peresmian secara tradisional sebuah tempat atau bangunan baru)
Puri Gianyar pada tanggal 19 April 1771.
AA Bagus Wirawan menyatakan dipilihnya tonggak upacara
pamlaspas, pamungkah atau patoyan Puri Gianyar sebagai tonggak kelahiran
kota dilandasi konsep kota keraton
(puri) yang merupakan pusat pemerintahan negara kerajaan dengan seluruh
bagian-bagian, baik dalam struktur fisik maupun pengembangannya. (b.)
Teks: Sujaya
Teks: Sujaya
Sangat menarik (y)
BalasHapus