Pansus DPRD Bali, UU Desa, Desa Adat, Desa Dinas
Panitia Khusus (Pansus) UU Desa DPRD
Provinsi Bali mengeluarkan rekomendasi kepada Gubernur Bali terkait pelaksanaan
UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Rekomendasi yang ditetapkan dalam rapat
paripurna DPRD Provinsi Bali di Renon, Jumat (9/1) itu tidak menyodorkan
pilihan tunggal, apakah memilih desa adat (desa pakraman) atau desa (dinas), tetapi disesuaikan
dengan aspirasi yang berkembang di masing-masing daerah. DPRD malah memberikan
kesempatan para Bupati/Walikota untuk memutuskan sendiri apakah akan
mendaftarkan desa adat (desa pakraman) atau desa dinas sesuai dengan kajian, asa manfaat dan
situasi lokal di setiap daerah.
Rapat paripurna penetapan
rekomendasi tersebut dipimpin Ketua DPRD Provinsi Bali, Nyoman Adi Wiryatama,
didampingi Wakil Ketua IGB Alit Putra dan Nyoman Sugawa Korry. Sebelum
penetapan rekomendasi, Ketua Pansus UU Desa DPRD Provinsi Bali, Nyoman Parta,
membacakan hasil kerja Pansus. Kata dia, Pansus telah mendengar semua aspirasi
dan silang pendapat yang terjadi. “Pada dasarnya semua orang yang berbeda
pendapat itu menyayangi desa adatnya,” paparnya.
Ada lima rekomendasi yang
dihasilkan Pansus UU Desa DPRD Provinsi Bali yang akan disampaikan kepada
Gubernur. Pertama, agar Gubernur mengkoordinasikan Bupati/Walikota se-Bali
untuk menetapkan dan mendaftarkan desa (maksudnya desa dinas-red) atau desa
adat/pakraman. Kedua, agar Bupati/Walikota se-Bali berkoordinasi dengan
Gubernur untuk segera menentukan pilihan sesuai dengan kajian, asas manfaat dan
situasi lokal di setiap daerah kabupaten/kota sebelum tanggal 15 Januari 2015.
Ketiga, terhadap pilihan desa
atau desa adat/pakraman yang telah ditetapkan oleh masing-masing
Bupati/Walikota segera ditindaklanjuti dalam bentuk peraturan daerah. Keempat,
atas pilihan desa atau desa adat/pakraman yang telah ditetapkan, dalam kurun
waktu dua tahun Bupati/Walikota agar melakukan evaluasi penataan kembali.
Kelima, apabila Bupati/Walikota se-Bali menetapkan desa adat/pakraman untuk
didaftarkan, maka untuk pengaturan lebih lanjut tentang kelembagaan, hak dan
kewajiban dan sebagainya, perlu dibuatkan Peraturan Daerah Provinsi Bali
tentang Desa Adat/Desa Pakraman.
Lantas, bagaimana jika
bupati/walikota tidak ada yang mendaftarkan baik desa dinas maupun desa adat,
Ketua Pansus Nyoman Parta menyatakan, implikasinya ada dua kemungkinan.
Pertama, yang berlaku langsung adalah desa dinas. Kedua, kalau ternyata
membutuhkan penetapan baru, tapi tidak mendaftarkan, desa tidak mendapatkan
dana dari Jakarta. Karena, menurut dia, dalam UU Desa dijelaskan harus ada
penetapan. (b.)
KOMENTAR