Umat
Hindu di Bali diingatkan untuk merayakan hari Galungan dan Kuningan
dengan semangat kesederhanaan dan kebersahajaan. Galungan bukanlah
momentum untuk pamer atau pun adu gengsi. Justru, yang harus
dikedepankan sikap simpati dan empati terhadap sesama.Pandangan ini
dikemukakan Ketua Pengurus Harian Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI)
Pusat Bidang Agama dan Lintas Iman, I Ketut Wiana.
"Hindari
semangat berlebih-lebihan dalam ber-yadnya di hari raya Galungan.
Semangat berlebihan, ingin pamer dan adu gengsi itu merupakan cerminan papa klesa
(pikiran yang gelap, kotor dan kacau) sehingga jauh dari hakikat
perayaan Galungan sebagai momentum menuju pikiran yang terang dan tajam (galang apadang)," kata Wiana.
(Baca: Galungan, Saatnya Saling Berbagi)
![]() |
Umat Hindu membuat penjor |
Wiana
yang mantan dosen Institut Hindu Dharma Negeri (IHDN) Denpasar ini
menegaskan agama bertujuan meringankan beban hidup manusia, bukan malah
membebani manusia. Itu sebabnya, Hindu menyediakan aneka pilihan
tingkatan yadnya sesuai kemampuan umat. Mulai dari tingkatan paling
sederhana (nista) hingga paling besar (utama).
"Nista itu bukan jelek. Makna nista sesungguhnya bukan kecil, tetapi inti," ujar Wiana.
Belakangan ini, Wiana mengamati perayaan Galungan menjadi ajang jor-joran. Penjor Galungan yang dipancangkan di depan rumah tampak megah dan mewah. Ironisnya, bahan-bahan penjor itu kini sebagian besar didatangkan dari luar.
(Baca: Penjor Galungan Jor-joran)
"Lebih ironis lagi, penjor-penjor kita mewah, tapi pada saat yang sama alam di lingkungan terdekat kita makin rusak. Padahal, penjor itu cerminan melestarikan alam. Ketika sebagian besar bahan-bahan penjor kita tidak berasal dari lingkungan kita sendiri, itu berarti ada masalah dengan cara kita ber-yadnya, sehingga perlu evaluasi diri," kata Wiana.
Pemancangan penjor saat Galungan, kata Wiana, merupakan momentum peringatan kepada umat Hindu untuk melestarikan aneka palabungkah, palagantung dan lainnya. Setelah alam lestari, barulah dipersembahkan kepada Tuhan sebagai wujud syukur dan terima kasih
(Baca: Ucap Syukur Lewat Penjor).
"Jangan sampai umat Hindu ber-yadnya mewah, tetapi masih menggunakan prinsip 'karimun'. Apa itu 'karimun'? Kari mutang (masih berutang)," kritik Wiana.
Menurut Wiana, yadnya sederhana dan bersahaja yang dilandasi ketulusan hati sesungguhnya yadnya utama. (b.)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar