Bali tidak mengenal praktik sistem ikat dalam pelaksanaan pemilihan
umum (pemilu) di Bali sebagaimana halnya sistem noken di Papua. Praktik yang
pernah terjadi di beberapa tempat di Karangasem dan Buleleng dalam Pemilihan
Gubernur Bali 2013 dan sempat menjadi sorotan dalam putusan Mahkamah Konstitusi
(MK) hanya kasuistis dan itu pun jauh dari apa yang dikesankan sebagai sistem
ikat. Karena itu, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komas HAM) diminta
meluruskan kesan adanya praktik sistem ikat dalam pemilu di Bali.
Hal ini mengemuka dalam ““Diskusi Pemilu Menuju Sistem
Pemilu yang Berbasis HAM dan Kaitannya dengan Praktik Sistem Ikat di Bali” yang
dilaksanakan Komnas HAM bekerja sama dengan KPU Provinsi Bali di Renon, Rabu
(12/11). Tajuk diskusi menghadirkan anggota Komnas HAM dan diikuti anggota KPU
se-Bali, Bawaslu Bali dan Panwaslu se-Bali, MUDP, serta sejumlah akademisi dan
LSM itu juga dikritik keras para peserta.
“Lembaga adat di Bali tidak pernah merekomendasikan adanya
penggiringan dalam Pemilu. Saya tidak setuju sistem ikat disalahkan kepada adat
Bali,” kata I Gede Arya Sena dari Majelis Utama Desa Pakraman (MUDP) Bali. Ia
menegaskan, tidak ada sistem ikat di Bali.
Menurut Arya Sena, sebagai bukti tidak ada sistem ikat dalam
pemilu di Bali, tidak serta merta bendesa adat yang menjadi caleg lolos sebagai
anggota Dewan. Bukan hanya itu, MUDP Bali juga mengeluarkan edaran bagi bendesa
adat yang menjadi caleg agar menonaktifkan diri.
Ketua KPU Provinsi Bali, Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi,
menyatakan terminologi sistem ikat belum jelas. Memang, diakui Raka Sandi, praktik-praktik
semacam itu ada, tetapi itu dilakukan oleh oknum. Dalam praktiknya pun kalau
ada anggota adat yang berbeda pilihan dengan bendesa adatnya belum pernah ada dikenai
sanksi. Karena itu, Raka Sandi sepakat dengan Arya Sena, tidak ada sistem ikat
di Bali.
Penegasan serupa juga disampaikan Ketua Bawaslu Bali, Ketut
Rudia. Menurutnya, kalau ditemukan praktik sistem ikat dalam pemilu, tentu
pihaknya akan menindak. Kenyatannya tidak ada temuan semacam itu selama pemilu
di Bali.
“Komnas HAM perlu menjelaskan kepada masyarakat Indonesia
bahwa di Bali tidak ada sistem ikat seperti halnya sistem noken di Papua,” ujar
Rudia.
Pihak Komnas HAM meminta maaf jika judul terkesan di Bali
ada sistem ikat. Komnas HAM juga merasa kesan itu harus diluruskan di tingkat
nasional. Anggota Komnas HAM, Maneger Nasution, menyatakan judul tersebut
berangkat dari Putusan MK pada tahun 2013 yang menyebutkan di Bali ada sistem
ikat. (b.)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar