Hari Tumpek Wariga yang dirayakan manusia Bali pada Sabtu
(22/11) hari ini identik dengan ritual mengupacarai pepohonan. Mereka yang
melakoni kerja sebagai petani di sawah atau pun tegalan biasanya akan membuat
sesaji khusus pada hari Tumpek Pengantag ini. Salah satu ciri khas Tumpek
Wariga berupa bubur sumsum.
Lantas, mengapa manusia Bali memiliki perayaan khusus untuk
mengupacarai pohon?
![]() |
Seorang perempuan Bali di Desa Tista, Buleleng, mengupacarai pohon saat hari Tumpek Wariga |
Penulis buku-buku agama Hindu, Ni Made Sri Arwati yang
mengutip lontar Sunarigama –teks susastra Bali yang biasa dijadikan rujukan
pelaksanaan hari raya Hindu di Bali—menyebut Tumpek Wariga sebagai hari
persembahan kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa dalam manifestasi sebagai
Sangkara, Dewa Penguasa Tumbuh-tumbuhan yang dkonkretkan melalui mengupacarai
pepohonan. Menurut tradisi susastra Bali, yang menyebabkan tumbuh-tumbuhan
hidup dan memberikan hasil kepada manusia adalah Hyang Sangkara. Itu sebabnya,
manusia wajib menyatakan rasa syukur dan pengormatan kepada Hyang Sangkara
mesti dilakukan manusia dengan mengasihi segala jenis tumbuh-tumbuhan.
“Saat hari Tumpek Wariga tidak dibenarkan memetik hasilnya,
memotong atau mematikan pohonnya. Hari ini baik dipakai sebagai hari untuk
menanam bibit,” ujar Arwati dalam bukunya berjudul, Upacara Upakara Agama Hindu Berdasarkan Pawukon.
Hal senada diungkapkan pendharmawacana (penceramah) agama Hindu, I
Ketut Wiana. Menurutnya, perayaan Tumpek Wariga memang dimaksudkan sebagai
ungkapan syukur atas anugerah kesuburan yang diberikan Ida Sang Hyang Widhi
Wasa sehingga segala macam tumbuhan bisa tumbuh dengan baik. Tumbuh-tumbuhan
itu yang kemudian menjadi sumber kehidupan utama bagi umat manusia.
Menurut Wiana, dalam ajaran agama Hindu dikenal konsep tri
chanda yakni tiga unsur yang menjadi penyebab hidup dan kehidupan. Ketiga unsur
itu yakni vata (udara), apah (air) serta ausada
(tumbuh-tumbuhan). Tanpa ketiga unsur itu, kehidupan tidak bisa berlangsung.
“Makanya, kejahatan terhadap ketiga unsur dasar dalam
kehidupan itu adalah kejahatan terbesar dalam hidup,” kata Wiana.
Dalam Niti Sastra juga disebutkan tri ratna permata,
tiga hal yang menyebabkan kemuliaan hidup yakni tumbuh-tumbuhan, air dan
kata-kata bijak. Menurut Hindu, kata Wiana, tumbuh-tumbuhan adalah saudara tua
manusia.
Tradisi perayaan Tumpek Wariga, kata Wiana, tidak saja ada
di Bali. Di India juga ada tradisi serupa yakni Sangkara Puja. Saat Tumpek
Wariga juga dilakukan pemujaan Sang Hyang Sangkara sebagai penguasa segala
tumbuh-tumbuhan.
“Konsepsinya adalah sarwatumuwuh, segala yang
bertumbuh itu merupakan karunia terbesar Tuhan sehingga patut disyukuri,”
tandas Wiana.
Karena itu, mengupacari pohon di hari Tumpek Wariga
merupakan laku simbolik manusia Bali dalam menyatakan rasa syukur kepada Tuhan
atas anugerah kehidupan bagi segala yang tumbuh. Tumpek Wariga merupakan momentum
kasih dan sayang kepada alam itu, khususnya tumbuh-tumbuhan. Betapa besarnya
peranan tumbuh-tumbuhan dalam memberi hidup umat manusia. Hampir seluruh
kebutuhan hidup umat manusia bersumber dari tumbuh-tumbuhan. Mulai dari pangan,
sandang hingga papan. Manusia berutang besar pada tumbuh-tumbuhan, memang. (b.)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar