Teks dan Foto: I Made Sujaya
Krama Desa Adat Kedonganan sejak dua tahun terakhir memiliki tradisi baru menyambut hari raya Galungan. Difasilitasi LPD Desa Adat Kedonganan, krama desa ini berbagi daging babi (be celeng) gratis.
Tiga hari menjelang hari Galungan, Senin (19/5) pagi, mereka menerima 3 kg daging babi gratis per kepala keluarga (KK). Tak cuma itu, mereka juga mendapat uang bumbu senilai Rp 50.000 per KK. Jumlah krama penerima daging babi dan uang bumbu sekitar 1.800 KK. Karena itu, daging babi yang dibagikan LPD Kedonganan mencapai sekitar 6 ton dan uang bumbu sekitar Rp 90 juta. Pembagian daging babi dilakukan secara serentak di jaba Pura Bale Agung Desa Adat Kedonganan. Krama penerima daging babi datang sejak pagi mengenakan pakaian adat madya.
Para kelian banjar menerima daging babi secara simbolis dari Kepala LPD Kedonganan, I Ketut Madra |
Ini merupakan “hadiah” Galungan yang diberikan LPD Desa Adat Kedonganan kepada krama desa yang telah setia menjadi nasabah. Krama yang memiliki tabungan dengan saldo terendah Rp 200 ribu berhak mendapat “hadiah” Galungan ini.
Bukan hanya krama desa, krama tamiu (penduduk pendatang beragama Hindu yang tinggal dan menjadi warga administratif di Kedonganan) juga ikut mendapat bagian daging babi dan uang bumbu ini. “Namun, mereka mesti memiliki tabungan di LPD Kedonganan dengan saldo terendah Rp 5 juta,” kata Wakil Kepala LPD Kedonganan, I Wayan Suriawan.
Kepala LPD Desa Adat Kedonganan, program berbagi daging babi dan uang bumbu menjelang Galungan ini merupakan wujud lain dari tradisi mapatung. Selama ini, kata Madra, tradisi mapatung di Kedonganan semakin surut yang dipicu oleh larangan mengkonsumsi daging penyu. Dulu, masyarakat Kedonganan mapatung dengan bahan penyu.
“Begitu penyu dilarang, tradisi ini semakin luntur di Kedonganan. Selain itu, perkembangan zaman yang cenderung pragmatis juga menjadi penyebab tradisi ini kian menyusut,” kata Madra.
Kini, melalui LPD, pihaknya ingin menghidupkan kembali tradisi mapatung itu dengan menggunakan bahan daging babi. Menurut Madra, meskipun tradisi mapatung kian surut, masyarakat Kedonganan masih menyimpan kerinduan untuk menghidupkan tradisi mapatung. “Melalui program ini, kami ingin memberi stimulus,” kata Madra.
Hal senada juga dikemukakan mantan Bendesa Adat Kedonganan, I Ketut Mudra. Tradisi mapatung merupakan salah satu ikon perayaan Galungan, termasuk di Kedonganan. Tradisi ini juga kaya makna, terutama dalam membangun kebersamaan krama.
“Orang mapatung tidak bisa sendiri, tetapi perlu bersama-sama. Karena itu, dibutuhkan kerja sama dan kebersamaan. Kalau sudah bersama-sama, tentu akan terbangun energi positif. Jadi, ini selaras dengan makna Penampahan Galungan yang menetralisir energi negatif agar menjadi energi negatif,” tandas Mudra.
Tokoh masyarakat Kedonganan lainnya, I Made Ritig, selain secara sosial, program berbagi daging babi yang dikembangkan LPD Kedonganan juga memiliki fungsi ekonomi. Pasalnya, program ini ikut mengembangkan ekonomi kerakyatan, terutama di bidang peternakan babi. “Kalau seluruh LPD di Bali bisa punya program serupa setiap Galungan, para peternak babi di Bali akan sangat terbantu. Bukan saja pasar sudah jelas tiap enam bulan, harga juga bisa dikontrol,” kata Ritig yang juga seorang pengacara.
Program berbagi daging babi gratis menjelang hari Galungan menjadi program rutin LPD Kedonganan sejak tahun 2012. Masyarakat Kedonganan terbilang antusias menyambut program ini. I Made Sukra, seorang krama Desa Adat Kedonganan mengaku sangat senang dan berterima kasih atas program ini. “Galungan tanpa mapatung terasa kurang afdol. LPD Kedonganan meringankan beban warga yang ingin mapatung saat Galungan,” kata Sukra. (b.)
http://feeds.feedburner.com/balisaja/pHqI