Tenaga kerja (naker) asing
kini terus membanjiri Bali, terutama di sektor pariwisata. Hal ini menyebabkan
naker lokal harus bersaing ketat dengan pekerja dari luar negeri itu. Kondisi
menjadi memburuk karena kebanyakan pemilik usaha kepariwisataan di Bali
beranggapan naker asing lebih baik daripada naker lokal. Akibatnya, naker lokal
pun tersingkir.
![]() |
Pantai Kuta, salah satu objek wisata unggulan Bali |
Bendahara Komisi IV DPRD Bali, Wayan Rawan Atmaja menilai naker lokal, di bidang
pariwisata, sejatinya tak kalah saing dengan naker asing. Akan tetapi, selama
ini sudah terbentuk stereotif buruk terhadap naker lokal dan naker asing kerap
dipandang lebih hebat, lebih professional. Gaji naker asing pun bisa beberapa
kali lipat gaji naker lokal. “Ada hotel mempekerjakan
tenaga kerja asing sampai delapan orang. Dinas Tenaga Kerja mesti menelidiki
ada apa? Kesewenangan asing sudah terjadi,” papar anggota Fraksi Partai Golkar
ini.
Sesungghunya, kata Rawan
Atmaja, orang Bali memiliki kemampuan, terutama bila diberi kesempatan. Di Bali memiliki banyak sekolah pariwisata
yang berkualitas untuk mencetak tenaga kerja yang handal. “Jangan sepelekan
tenaga kerja lokal. Jangan dianggap remeh,” ungkap wakil rakyat dari Nusa Dua
ini.
Anggota Komisi IV dari
Fraksi PDI Perjuangan, I Ketut Mandia. Menurut Mandia, Pemprov Bali wajib
melindungi naker lokal agar masyarakat Bali tidak semakin tersingkir di
pulaunya sendiri.
“Proteksi terhadap
masyarakat lokal dalam bidang ketenagakerjaan itu sangat diperlukan karena
serbuan naker asing yang semakin deras. Kalau kita tidak melakukan proteksi,
orang Bali tidak saja akan menjadi penonton di tanah kelahirannya sendiri, tapi
juga semakin tersingkirkan,” kata wakil rakyat dari Klungkung ini.
Menurut Mandia, era
perdagangan bebas memang memberi peluang besar kepada orang asing untuk bekerja
di mana pun, termasuk di Bali. Namun, hal itu tidak lantas berarti membiarkan
masyarakat sendiri menjadi pecundang di negara sendiri. Negara-negara besar
lain yang mengkampanyekan perdagangan bebas pun memberikan proteksi terhadap
produk dan tenaga kerja mereka.
“Perdagangan bebas oke,
tetapi kan tetap ada ‘syarat dan ketentuan berlaku’. Nah, di situlah naker dan
produk lokal kita harus dilindungi. Negara lain melakukan itu kok,” kata
Mandia.
Kepala Dinas Tenaga Kerja
dan Trasmigrasi Provinsi Bali, IGA Sudarsana sebagaimana dilansir sejumlah
media di Bali beberapa waktu lalu mengatakan
tenaga kerja asing harus mengantongi izin agar bisa bekerja di Bali. Namun,
kata Sudarsana, kendala yang dihadapi Disnaker apabila naker asing menikah
dengan warga lokal, sehingga usaha yang dimiliki menggunakan nama warga
Indonesia/Bali. “Ada yang menggunakan cara-cara terselubung. Tapi kami sulit
menindak karena izin usaha atas nama Warga Negara Indonesia,” terangnya.
Karena itu, Sudarsana meminta
agar siapa pun yang menemukan naker asing bekerja di Bali tanpa izin, segera
dilaporkan ke Disnaker untuk ditindak. Untuk sementara, hotel-hotel tidak
diperbolehkan menggunakan naker asing lebih dari 10 orang. (b.)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar