Catatan Hari Tumpek Kandang---
Teks dan Foto: I Putu Jagadhita
Ritual keagamaan orang Bali nyaris tak ada
yang tidak dilengkapi dengan satwa. Tak terhitung banyaknya upacara yadnya di Bali yang menggunakan satwa
sebagai sarana. Tidak saja dalam upacara bhuta
yadnya semata, dalam upacara dewa
yadnya, manusa yadnya serta pitra yadnya juga tak kurang menggunakan
sarana satwa upakara. Jenis satwa yang digunakan pun beragam, berbeda sesuai
dengan jenis dan tingkatan yadnya yang dilaksanakan.
Bila
dicermati, satwa yang digunakan dalam upacara agama Hindu di Bali setidaknya
ada enam jenis. Ada
satwa berkaki empat (mabatis patpat),
satwa hutan (isin alas), ikan dan
binatang yang hidup di sungai atau air tawar (isin tukad), segala jenis ikan dan binatang yang hidup di air laut
(isin pasih), satwa yang hidup di
sawah (isin sawah) serta berbagai
binatang atau spesies kecil (gumatap-gumitip).
Dalam
berbagai sumber kerap disebut makna penggunaan satwa saat pelaksanaan upacara yadnya sesungguhnya untuk mencapai
kesucian dan kesejahteraan semesta alam beserta segala isinya. Melalui upacara
yadnya tersebut diharapkan alam makrokosmos (bhuwana agung) dan alam mikrokosmos (bhuwana alit) bisa mencapai keseimbangan.
Menurut
Manawa Dharmasastra, segala jenis satwa
yang digunakan dalam upacara yadnya sejatinya dimaksudkan untuk membantu satwa-satwa
tersebut agar derajat kehidupannya bisa meningkat. Dinyatakan, dalam
kehidupannya yang akan datang, segala jenis satwa yang digunakan sebagai sarana
upacara itu akan meningkat harkat dan martabatnya. Mereka tidak akan kembali
menjelma sebagai binatang, tetapi diharapkan bisa menjelma menjadi manusia
utama. Karena manusia memiliki tri
pramana serta menjadi makhluk utama di alam semesta ini, patutlah manusia
yang memberi pertolongan nyupat
(menyempurnakan) satwa-satwa upakara tersebut menuju kehidupannya yang lebih
baik. Tri pramana merupakan tiga
kekuatan pokok yang dimiliki manusia yakni bayu
(tenaga), sabda (kemampuan berucap), idep (pikiran). Ketiga kekuatan itu
terwujud ke dalam tiga kemampuan penting dalan menjalani kehidupan yakni
berpikir, berkata dan berbuat.
Namun,
menggunakan berbagai macam satwa upacara juga bertujuan untuk mengingatkan
manusia agar senantiasa menjaga keharmonisan alam. Caranya dengan menjaga
kelestarian alam, termasuk seluruh satwa. Penggunaan satwa upakara pada akhirnya mengajak manusia untuk merawat dan
melestarikan segala satwa yang hidup di atas bumi ini. Tidak boleh hanya
menggunakan saja, tetapi juga harus berusaha untuk melestarikan agar keberadaan
satwa-satwa upakara itu tidak semakin
punah.
Dewasa
ini, semakin banyak satwa upakara yang langka atau pun punah. Karena itu,
banyak satwa yang disebutkan dalam sastra agama sebagai sarana upakara kini
sudah susah sekali didapatkan. Kondisi ini tentu saja menjadi masalah
tersendiri dalam pelaksanaan upacara yadnya.
“Hal
itu menunjukkan kita memang hanya tahu menggunakan saja, hanya tahu
memanfaatkan saja, tanpa mau peduli bagaimana melestarikan segala jenis satwa
upakara,” kata Ketua PHDI Provinsi Bali, IGN Sudiana dalam suatu kesempatan. Itu
artinya, pemahaman mengenai fungsi satwa upakara dalam pelaksanaan yadnya belum paripurna.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar