Kasih sayang ayah kepada anak-anaknya. (balisaja.com/I Made Sujaya) Oleh: I MADE SUJAYA Beberapa tahun terakhir, hari suci Tumpek Kru...
Oleh: I MADE SUJAYA
Beberapa tahun terakhir, hari suci Tumpek
Krulut yang jatuh pada Saniscara Kliwon wuku
Krulut, Sabtu, 7 Desember 2013 hari ini diberi makna baru sebagai hari perayaan cinta.
Tumpek Krulut lantas dianggap sebagai hari kasih sayang khas Bali. Benarkah
Tumpek Krulut memang merupakan hari kasih sayang?
Cendekiawan
Hindu, Drs. I Ketut Wiana, M.Ag., membenarkan makna Tumpek Krulut memang
berdekatan dengan perayaan cinta atau kasih sayang.
“Makna
perayaan Tumpek Krulut memang kasih sayang. Kata krulut berasal dari kata lulut
yang artinya ‘senang’ atau ‘cinta’ yang bisa disejajarkan dengan makna sayang,”
kata pensiunan dosen Institut Hindu Dharma Negeri (IHDN) Denpasar ini.
Menurut
Wiana, makna Tumpek Krulut sebagai hari kasih sayang itu ditunjukkan dengan
adanya sarana banten sekartaman yang
dihaturkan saat Tumpek Krulut. Dalam pemahaman Wiana, banten sekartaman merupakan bentuk ungkapan rasa sayang kepada
siapa saja yang memunculkan energi positif dan bermanfaat bagi kehidupan umat
manusia.
Di
India, imbuh Wiana, juga ada tradisi peringatan hari kasih sayang. Di tanah
kelahiran agama Hindu itu ada hari Raksa Banda atau pun Walmiki Jayanti. Raksa
Banda merupakan hari untuk mengukuhkan ikatan cinta, kasih dan sayang di antara
pasangan suami-istri, laki-laki dan perempuan. Pada hari Raksa Banda itu, sang
lelaki diberikan tetebus berupa benang, pihak perempuan diberikan gelang. Tatkala
hari Walmiki Jayanti, anak-anak hingga yang masih muda akan mempersembahkan
bunga kepada orang yang lebih tua.
Namun,
masyarakat Hindu Bali selama ini merayakan hari Tumpek Krulut sebagai hari piodalan di palinggih penyarikan di banjar. Karena itu, acap kali ditemui, saat
hari Tumpek Krulut dilaksanakan upacara piodalan
di banjar-banjar.
Penulis
buku-buku agama Hindu, Dra. Ni Made Sri Arwati dalam buku Rahina Tumpek tidak secara jelas menyebut Tumpek Krulut sebagai hari
kasih sayang. Arwati hanya menyebutkan yadnya
saat hari Tumpek Krulut jika dicermati secara mendalam sesungguhnya sebagai
sarana memunculkan rasa saling asih, asah dan asuh di antara sesama manusia
melalui sarana seni tetabuhan, karya cipta Hyang Widhi yang membuat rasa
tertarik, senang, terpesona dalam kehidupan.
Namun,
Ketua Yayasan Dharma Acarya, Drs. IB Putu Sudarsana, MBA., berpandangan Tumpek
Krulut merupakan hari pemujaan taksu.
Diakuinya, kata krulut diambil dari
kata lulut. Akan tetapi, artinya
bukanlah sayang berkaitan dengan hubungan antara laki-laki dan perempuan,
suami-istri atau pun sepasang kekasih. Rasa senang atau kasih itu berhubungan
dengan kharisma utau wibawa yang menyebabkan orang lain tertarik.
Pemaknaan
yang lebih segar terhadap suatu hari raya keagamaan memang suatu hal yang
penting dilakukan sepanjang tidak jauh beranjak dari dasar sastra yang
mendasari munculnya hari raya itu. Pemaknaan Tumpek Krulut sebagai hari kasih
sayang tampaknya menunjukkan adanya pemaknaan baru terhadap hari raya agama Hindu di Bali. (b.)
___________________________________
Penyunting: I KETUT JAGRA
Izin share
BalasHapus