Teks: I Made Sujaya
Tepat hari
ini pada 14 tahun silam, yakni Kamis, 21 Oktober 1999, Bali dilanda amuk massa
atau kerusuhan di lima daerah: Buleleng, Badung, Denpasar, Jembrana, dan
Tabanan. Kerusuhan dipicu kekecewaan massa terhadap gagalnya Ketua Umum DPP PDI
Perjuangan, Megawati Soekarnoputri menjadi Presiden RI dalam Sidang Umum MPR.
Megawati dikalahkan KH Abdurrahman Wahid alias Gus Dur atas dukungan Poros Tengah yang dimotori Amien Rais.
![]() |
ilustrasi |
Amuk massa
ini memang tidak sampai menelan korban jiwa. Tapi, kerusuhan membuat Bali
lumpuh total. Betapa tidak, gedung-gedung pemerintah dibakar massa. Pohon-pohon
perindang ditebangi lalu digunakan merintangi jalanan. Fasilitas umum juga
dirusak.
Sejatinya,
kerusuhan sudah dimulai sehari sebelumnya, Rabu, 20 Oktober 1999 sekitar sore
hari di Kota Singaraja. Amuk massa di Bumi Panas ini menghanguskan Kantor Bupati Buleleng, Rumah Jabatan Bupati
Buleleng, Kantor Camat Buleleng, Sekretariat dan Gedung DPRD Buleleng serta
Gedung Wanita Laksmi Graha. Kerusuhan Buleleng masih berlanjut keesokan harinya
yang lalu merembet ke daerah lain, Denpasar, Badung, Tabanan dan Jembrana.
Di Denpasar,
kerusuhan hebat terjadi di Pusat Pemerintahan (Civic Centre) Kabupaten Badung di Lumintang. Hampir seluruh
perkantoran pemerintah di kawasan ini hangus terbakar. Pembakaran juga
dilakukan terhadap kantor DPD Golkar Bali di Jalan Untung Surapati, Denpasar. Di
Badung Selatan, jalan menuju Nusa Dua tak luput dari amuk massa. Di sini,
pohon-pohon perindang ditebangi dan direntangkan di jalanan. Tapi, kawasan
wisata Nusa Dua dan Kuta selamat dari
amuk massa.
Kerusuhan baru
mereda 21 Oktober malam. Keesokan harinya, 22 Oktober 1999 sudah mulai
dilakukan pembersihan bekas-bekas kerusuhan.
Gubernur Bali
Dewa Made Beratha melaporkan, kerugian akibat kerusuhan 20-21 Oktober mencapai
ratusan milyar rupiah. Kabupaten Buleleng menderita kerugian sekitar Rp 52
milyar lebih, Badung Rp 132 milyar lebih, Tabanan Rp 6 milyar lebih, Jembrana
Rp 8 milyar lebih, dan kerugian Kodya Denpasar Rp 5 milyar lebih.
Megawati
Soekarnoputri, setelah dilantik sebagai Wakil Presiden, mengunjungi Bali sepekan kemudian, tepatnya pada
Sabtu (30/10). Saat mengunjungi puing-puing kerusuhan di Niti Praja Lumintang,
Megawati menyatakan tidak habis pikir terhadap fanatisme masyarakat Bali
terhadap dirinya. Hal tersebut, kata Mega, tidak boleh terjadi. "Fanatisme
tidak boleh dikembangkan, karena nantinya akan timbul kultus individu,"
tambah Megawati.
Amuk massa 20-21 Oktober 1999
ini sering dianggap sebagai cerminan sikap “bunuh diri” orang Bali dalam
politik. Kekecewaan terhadap proses politik nasional, lantas ditumpahkan dengan
merusak diri sendiri. Yang rugi pada akhirnya masyarakat Bali sendiri karena harus menanggung beban memperbaiki kembali gedung-gedung yang hancur.
Ada gak buku atau artikel yg bembahas khusus tetang kejadian saat itu ya?
BalasHapusProses perjalanan politik sampai terjadinya peristiwa 20-21 oktober 1999, tiang baru kira" umur 9th wkt itu, ikut menyaksikan aksi masa di jalan tapi masih gak tau apa apa pokoknya tau bu mega kalah aj.
Suksma