Sepanjang wuku Watugunung (wuku terakhir dalam sistem perhitungan hari di Bali) hingga Sinta (wuku pertama), manusia Bali benar-benar padat dengan ritual hari raya. Setelah merayakan hari Saraswati pada Sabtu Umanis wuku Watugunung (Sabtu, 10 Agustus 2013), Banyupinaruh pada Redite Paing wuku Sinta (Minggu, 11 Agustus 2013), Soma Ribek pada Soma Pon wuku Sinta (Senin, 12 Agustus 2013) dan Sabuh Mas pada Anggara Wage wuku Sinta (Selasa, 13 Agustus 2013), pada hari Buda Kliwon wuku Sinta, Rabu, 14 Agustus 2013 hari ini, manusia Bali
kembali khusyuk dalam persembahyangan sebuah hari raya penting. Mereka menyebut
hari khusus itu sebagai Pagerwesi. Sejak subuh, orang Bali suntuk dengan
kegiatan maturan dan persembahyangan
di rumah serta pura-pura penting terdekat.
Di daerah Buleleng, Bali Utara, bahkan
suasananya terasa lebih istimewa karena masyarakat di sana menyambut hari raya Pagerwesi
dengan meriah, layaknya hari raya Galungan yang penuh kegembiraan. Tak sedikit
orang Buleleng yang pulang kampung di hari Pagerwesi.
Ketua Yayasan Dharma Acarya, Drs.
IB Putu Sudarsana, MBA., M.M., dalam buku
Ajaran Agama Hindu (Acara Agama)
menyebut hari Pagerwesi sebagai hari peringatan untuk memohon keteguhan iman
dan kedirgayusan (tutug tuwuh). Makna
ini dilihatnya dari kata pagerwesi yang berasal dari kata pager dan wesi. Pager berasal dari kata pageh yang artinya ‘tapa’ atau ‘teguh
(kuat)’. Sementara wesi dimaknai
sebagai ‘iman’ atau ‘umur’.
Bukan suatu kebetulan, empat hari setelah hari suci Saraswati, manusia
Bali merayakan hari Pagerwesi. Hari yang jatuh saban Buda Kliwon wuku Sinta itu merupakan saat pemujaan Sang
Hyang Pramesti Guru atau Sang Hyang Parameswara, Tuhan dalam manifestasi sebagai
guru semesta, guru sejati. Itu sebabnya, hari Pagerwesi sering diidentikkan
sebagai hari guru ala Bali. Pagerwesi yang berdekatan dengan hari Saraswati
memberi pesan bahwa benteng utama dalam diri adalah ilmu pengetahuan.
Awam memahami hari suci Pagerwesi
sebagai saat untuk mengingatkan betapa pentingnya kita untuk membentengi diri
sendiri dari hal-hal negatif. Inilah hari saat manusia Bali diingatkan untuk
senantiasa memperkuat filter dalam diri sehingga kita tidak terjerumus dalam
hal-hal yang tidak benar atau pun tidak baik. Meskipun dunia menawarkan aneka
kesenangan dan kebahagiaan, janganlah terlalu mudah untuk tergoda karena semua
itu semu sifatnya.
Setelah merayakan hari turunnya
ilmu pengetahuan, disusul dengan penyucian diri di hari Banyu Pinaruh serta
hari pangan dan sandang pada Soma Ribek dan Sabuh Mas, umat diingatkan untuk
tetap eling dan waspada. Kecerdasan, kebersihan lahiriah, pangan dan sandang
merupakan alat untuk kita menjalani hidup dan kehidupan ini. Tujuan utama
tetaplah mencapai moksartam jagadhita ya
ca iti dharma.
Pada hari Pagerwesi, para sulinggih akan melakukan mamuja apasang lingga. Umat Hindu pada umumnya
akan menghaturkan aneka sesaji di rumah-rumah. Sesaji yang dihaturkan, di sanggah kemulan berupa suci, daksina, peras, penyeneng, sesayut panca lingga, penek
ajuman, raka-raka dan
wangi-wangian. Di natar sanggah merajan
dihaturkan upakara berupa segehan panca warna dipersembahkan
kepada panca maha bhuta dilengkapi
dengan segehan agung dan tetabuhan-nya.
Selain itu, umat juga untuk diri manusia, upakara-nya berupa sesayut
pageh urip, prayascitta. Sesudah
tengah malam disarankan melaksanakan renungan suci. (*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar