Di antara pura-pura sad kahyangan
di Bali, Pura Goa Lawah memang tergolong memiliki sisi menarik tersendiri.
Sesuai namanya, di pura ini terdapat sebuah goa yang menjadi habitat ribuan
kelelawar. Goa itu pula yang turut dimanfaatkan umat Hindu sebagai tempat untuk
berkontemplasi mengadu ke hadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa.
Dalam konsepsi padma bhuana Bali,
Pura Goa Lawah menempati posisi arah Tenggara. Yang dipuja di sini adalah Ida
Sang Hyang Widhi Wasa dalam manifestasi Dewa Maheswara. Dalam buku Hasil
Inventarisasi Pura-pura/Tempat-tempat Bersejarah dalam rangka Rerouting
Pariwisata Daerah Bali (1980/1981) disebutkan Pura Goa Lawah untuk memuja
Batara Tengahing Segara, penguasa lautan dan Sang Hyang Nasa Basuki. Sang Hyang
Naga Basakih senantiasa dihubungkan dengan Pura Besakih dan Gunung Agung. Kata besuki sendiri memang diyakini berasal dari kata basuki.
Dalam kepercayaan masyarakat, Goa
Lawah diyakini tembus ke Besakih. Malah, dalam babad disebutkan seorang
pangeran dari kerajaan Mengwi yang pernah diuji Dhalem Gelgel untuk masuk ke
Goa Lawah. Ternyata, sang pangeran itu memang tembus ke Besakih tetapi dalam
keadaan tuli. Sang pangeran kemudian diberi nama I Gusti Agung Ketut Besakih.
Hal ini menunjukkan Goa Lawah
merupakan tempat memuja gunung sekaligus laut. Karenanya, umat Hindu kerap
memanfaatkan Pura Goa Lawah sebagai tempat maajar-ajar atau nyegara gunung. Di
sinilah keduanya bertemu melahirkan harmoni hidup. Gunung (Gunung Agung)
sebagai simbol daratan dan laut (Samudera Hindia) sebagai simbol air.
Tidak diketahui secara jelas
kapan dan siapa yang mendirikan pura ini pertama kali. Memang, dalam lontar
Usana Dewa –sebagaimana ditulis Jro Mangku Ktut Soebandi dalam bukunya, Sejarah
Pembangunan Pura-pura di Bali (1983)--, Pura Goa Lawah didirikan Mpu Kuturan
pada abad XI. Ini didasarkan kepada status Pura Goa Lawah sebagai sad kahyangan
atau penyungsungan jagat.
Dalam Babad Siddhimantra Tatwa
atau Babad Danghyang Bang Manik Angkeran disebutkan Ida Bang Manik Angkeran
diminta ayahnya, Dangyang Siddhimantra tinggal dan mengadi penyapuh di Besakih. Tugas ini kemudian
dilanjutkan Ida Tulus Dewa, putra Danghyang Bang Manik Angkeran dengan menjadi
pemangku. Berikutnya, tugas itu pun dilanjutkan putranya, Ida Penataran. Ida
Penataran-lah yang menunjuk I Gusti Batan Waringin memelihara dan menjaga Pura
Goa Lawah mengingat pura tersebut merupakan jalan keluar Ida Bhatara Hyang
Basukih dari Gunung Agung, tepatnya di Goa Raja bila hendak masucian di pantai.
Lontar Dwijendra Tatwa –seperti
diterjemahkan IGB Sugriwa dalam buku Dwijendra Tatwa (1991)—menyebutkan pura
ini sempat disinggahi Danghyang Dwijendra yang juga dikenal dengan nama
Danghyang Nirartha, sebelum menghadap Dalem Waturenggong di Gelgel. Kisah dalam
lontar ini menyebutkan Danghyang Nirartha-lah yang memberi nama Pura Goa Lawah.
Bermula dari rasa damai dan
tenteram sekala dan niskala yang dirasakan Danghyang Nirartha, hingga akhirnya
menggerakkan hatinya untuk bermalam di tempat ini. Di sini, Danghyang Nirartha
bisa menyaksikan keindahan Pulau Nusa Penida sembari menikmati suasana alam Goa
Lawah. Setelah bermalam beberapa hari, barulah orang suci dari Daha itu menuju
Gelgel menghadap Dalem Waturenggong.
Dari segi struktur, Pura Goa
Lawah tampak jelas dibangun menerapkan konsep tri mandala (tiga ruang). Pura ini terpola ke
dalam lima strata. Strata pertama adalah Goa Lawah dengan ruang dalam gua yang
merupakan inti atau utamaning utama. Deretan pelinggih (bangunan suci) dalam gua sebagai
madyaning utama dan bibir gua sebagai nistaning utama.
Strata kedua adalah jeroan pura
dengan natar puja, sedangkan madyaning madya berupa pelinggih-pelinggih
disusul bale piyasan dan bale banten sebagai nistaning madya.
Strata ketiga berupa jaba tengah
di luar kori agung, masih pada areal dalam candi bentar. Sebagai utamaning
kanista yakni bebaturan berupa deretan bangunan-bangunan suci pelengkap dan
penyawangan. Sebagai madyaning kanista yakni mandala jaba tengah, sedangkan
nistaning kanista yakni bale bengong, bale kulkul serta bale pesanekan.
Jaba sisi di luar candi bentar
merupakan strata keempat yang berada di sebelah utara jalan. Di sisi selatan
ada tugu penyawangan, sisi barat ada wantilan paseban dan sisi timur ada
pewaregan dengan bale paebatan.
Sementara strata kelima berada di
pantai sebagai mandala segara puja. Di sini utamaning mandala-nya mengarah ke
selatan, madyaning mandala berupa bangunan-bangunan pesanekan dan ruang parkir
di sisi jalan sebagai kanistaning mandala.
Pujawali di Pura Goa Lawah dilaksanakan saban Anggarakasih Medangsia. Hari suci ini kembali jatuh pada Selasa, 16 April 2013. Itu sebabnya, pada hari itu, Pura Goa Lawah penuh sesak dengan umat yang datang tangkil.
Di luar pujawali, Pura Goa Lawah senantiasa didatangi pemedek, seperti saat purnama-tilem atau pun berkaitan dengan upacara maajar-ajar serangkaian upacara ngeroras atau memukur. (b.)
Pujawali di Pura Goa Lawah dilaksanakan saban Anggarakasih Medangsia. Hari suci ini kembali jatuh pada Selasa, 16 April 2013. Itu sebabnya, pada hari itu, Pura Goa Lawah penuh sesak dengan umat yang datang tangkil.
Di luar pujawali, Pura Goa Lawah senantiasa didatangi pemedek, seperti saat purnama-tilem atau pun berkaitan dengan upacara maajar-ajar serangkaian upacara ngeroras atau memukur. (b.)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar