Ketua Pansus
Ranperda Perlindungan Buah Lokal, Nyoman Sugawa Korry mengatakan ranperda ini
merupakan inisiatif Komisi II DPRD Bali yang kajian akademiknya telah
dirumuskan dengan melibatkan sejumlah akademisi, salah satunya dari Fakultas
Pertanian Universitas Udayana. Dasar pemikiran lahirnya ranperda ini karena
derasnya serbuan buah impor yang mendesak buah lokal.
“Masyarakat
semakin meninggalkan buah lokal,” kata Sugawa Korry.
Tak hanya
masyarakat umum, imbuh Sugawa Korry, kalangan hotel di Bali masih minim
menggunakan buah lokal. Kondisi itu tentu berdampak langsung terhadap
eksistensi petani buah lokal Bali.
Menurut Sugawa
Korry, bila kondisi itu dibiarkan tanpa ada perlindungan, penguatan dan
pemberdayaan serta pengembangan terhadap buah lokal, dikhawatirkan kekayaan
plasma nuftah buah lokal Bali yang unggul dan unik, baik untuk konsumsi atau
pun kegiatan ritual, akan punah. Untuk itu, ranperda ini diharapkan mampu
memproteksi buah lokal di Bali.
Sugawa Korry
menjelaskan dalam Ranperda akan diatur kewajiban hotel-hotel di Bali memprioritaskan
penggunaan buah lokal, misalnya sebagai welcome drink atau welcome
fruit. “Hotel-hotel di luar negeri seperti di Jepang memberi perhatian
besar terhadap keberdaan buah lokal dengan menyajikan buah lokal sebagai
‘welcome drink’. Itu yang perlu kita lakukan di Bali,” ujarnya.
Selain itu, untuk
mendorong masyarakat Bali menggunakan buah lokal, Sugawa Korry menyatakan
Ranperda juga mengarahkan agar ada sosialisasi penggunaan buah lokal melibatkan
Majelis Utama Desa Pakraman (MUDP) dan Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI),
terutama untuk sarana upacara. Gubernur bersama MUDP dan PHDI diharapkan bisa
melakukan pembinaan untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat agar lebih memilih
buah lokal tinimbang buah impor.
“Mungkin
penggunaan buah lokal bisa diatur dalam awig-awig atau aturan adat,” katanya.
Ketua Komisi II
DPRD Bali, Tutik Kusuma Wardhani menyatakan Ranperda Perlindungan Buah Lokal
juga dirancang untuk meningkatkan kualitas, kuantitas dan kontinuitas buah
lokal di Bali. Karena itu, peran peneliti, baik dari lembaga perguruan tinggi
maupun Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Bali mesti dilibatkan.
Selama ini, kata
Tutik, peran peneliti pertanian kurang diperhatikan.Padahal, kunci kemajuan
bidang pertanian salah satunya terletak pada aspek penelitian. Dari penelitian
bisa dihasilkan bibit-bibit baru yang lebih berkualitas sekaligus bisa
meningkatkan kuantitas.
BPTP, kata
Tutik, mampu mengembangkan transformasi pertanian modern dan juga memiliki dana
khusus untuk melakukan penelitian dan pengembangan produk pertanian khususnya
buah lokal. “Selama ini pengembangan dan penelitian terhadap buah lokal masih
minim dan BPTP masih dipandang sebelah mata,” kritik Tutik.
Mengenai
distribusi dan konsumsi, menurut Tutik, selama ini kalangan hotel sebetulnya
sudah banyak menggunakan buah lokal. Pengunaan buah impor dalam volume yang
besar justru terjadi pada masyarakat. Itu artinya, mind set masyarakat Bali tentang buah lokal perlu diubah.
“Itu butuh waktu
sehingga pemerintah bersama komponen terkait didorong dalam ranperda ini untuk
menyosialisasikan penggunaan buah lokal secara berkelajutan,” kata Tutik.(b.)
Teks dan Foto : I Made Sujaya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar