Tapi, tindak-tanduk Mandia selama menjadi wakil rakyat di
Renon membuatnya dilirik untuk bertarung dalam pemilihan kepala daerah
(pilkada) di tanah kelahirannya. Hal ini tak terlepas dari sikapnya yang
sederhana dan kesediaan untuk turun langsung ke tengah-tengah masyarakat.
Namun, jarang yang tahu, kesederhanaan memang sudah menjadi
bagian dari hidup Mandia sejak lama, bukan muncul baru ketika dia terjun ke
politik sebagai bagian dari pencitraan. Masa kanak-kanak Mandia adalah kisah
tentang kemiskinan. Untuk membiayai sekolah, Mandia mesti berjuang sendiri.
Tatkala duduk di bangku SMA, Mandia sampai harus menjadi penjaga sekolahnya
sendiri agar bisa menyambung hidup dan kelangsungan pendidikannya. Teman-teman
sekolah dan guru-gurunya di SMA 1 Dawan, Klungkung, hingga kini mengingat
Mandia sebagai siswa plus karena selain menjadi siswa dia juga menjadi penjaga
sekolah. Dia tidur di sebuah pondok sangat sederhana di pojok sekolah. Itu
sebabnya, Mandia paling dikenal teman-teman dan guru-guru di sekolahnya.
Teman-teman dan guru-guru di sekolahnya mengingat Mandia
sebagai anak dengan kemampuan akademik yang tidak begitu menonjol. Tapi, dia
tergolong anak yang rajin dan tekun. Dia juga aktif di organisasi siswa intra
sekolah (OSIS). Di situlah kemampuan organisasi dan kepekaan sosialnya ditempa.
Mandia pun tumbuh menjadi anak yang tidak canggung ketika bertemu dengan siapa
pun. Dia mudah bergaul dan menyesuaikan diri dengan beragam situasi.
Mungkin itu sebabnya, sebagai anggota Dewan, Mandia tidak
canggung berhubungan dengan orang-orang dari golongan atas, tidak pula gagap
dengan masyarakat kelas terbawah. “Karena saya mengalami hidup dalam dua
kelompok itu. Saya merasakan betul bagaimana menjadi orang miskin, orang yang
susah menjalani hidup. Meski bukan orang kaya, saya merasakan hidup dengan
memiliki materi yang cukup,” kata lelaki kelahiran Pikat, 20 Juni 1979 ini.
Tapi, hidup sebagai orang tidak punya memberinya motivasi
yang kuat untuk sungguh-sungguh dalam berpolitik. Ketika ditawari memperkuat
barisan calon anggota legislatif PDI Perjuangan, menyembul harapan besar Mandia
untuk memperjuangkan dan memfasilitasi kelompok masyarakat bawah seperti
dirinya.
“Mereka itu selalu termarginalkan. Akses mereka terbatas,
baik akses politik, akses ekonomi maupun akses sosial. Di sisi lain, perhatian
pemerintah kepada mereka juga kerap sebagai kamuflase. Saya ingin menjadi
jembatan untuk mereka,” ungkap suami Ni Gusti Ayu Putu Suriastuti ini.
Namun, di awal-awal menerima pencalonan dirinya sebagai
anggota Dewan, Mandia diliputi keraguan yang kuat. Dia ragu dirinya layak dan
mampu mengemban tugas berat itu. Karena itu pula, sebelum ditetapkan dalam
daftar calon anggota legislatif, Mandia tidak henti-henti menghubungi
kawan-kawan dekatnya meminta pertimbangan. Dia
butuh kekuatan untuk meyakinkan dirinya tidak ragu melangkah.
“Kenapa saya begitu, ya, karena saya menganggap ini bukan
main-main. Kalau saya main-main, lebih baik saya tidak menjadi anggota Dewan,”
ujar bapak tiga anak ini.
Manakala banyak kawan memberi dukungan dan dukungan itu
dirasakannya sungguh-sungguh, Mandia pun dengan kesungguhan hati menerima
pencalonan diri sebagai wakil rakyat. Dukungan kawan-kawannya pun tidak
main-main karena mereka ikut berjuang agar Mandia bisa lolos ke kursi Dewan di
Renon. Mandia akhirnya menjadi anggota DPRD Bali periode 2009-2014. Di Dewan,
dia ditugasi di Komisi IV, komisi yang memberinya kesempatan luas membantu
mengatasi masalah-masalah sosial, pendidikan, kesehatan, agama dan budaya.
Teks: I Made Sujaya
Foto: www.facebook.com/ketut mandia
sukses selalu untuk pak ketut mandia,,warga desa pikat dan klungkung kan selalu mendukung paktut
BalasHapus