Yang menarik dari perayaan hari suci Buda Cemeng Kelawu di kalangan orang Bali awam yakni adanya keyakinan mengenai pantangan untuk bertransaksi menggunakan uang. Di sejumlah daerah juga disebutkan saat Buda Cemeng Kelawu dipantangkan untuk membayar atau menagih utang-piutang atau pun memberikan/menyedekahkan beras kepada orang lain.
Bagi orang yang hidup dalam tradisi modern, pantangan semacam ini tentu saja sulit untuk diterima. Dinamika perekonomian masyarakat yang begitu tinggi membuat tidak mungkin untuk menghentikan transaksi menggunakan uang dalam sehari. Menghentikan transaksi berarti juga menghentikan kegiatan ekonomi. Berhentinya kegiatan ekonomi berarti kerugian.
Pantangan bertransaksi menggunakan uang dan alat pembayaran sejenisnya di hari Buda Cemeng Kelawu mesti dimaknai sebagai sebuah kearifan lokal Bali dalam memandang arti dan makna uang. Orang Bali menyadari uang merupakan sesuatu yang telah menempati posisi sangat penting dalam kehidupan masyarakat saat ini. Terlebih lagi di masa serbaparadoks kini. Seperti disuratkan dalam Nitisastra, di zaman Kaliyuga yang menang adalah ia yang memiliki uang. Dengan uang, orang kini bisa melakukan apa saja untuk memuaskan keinginannya. Mulai dari membeli mobil terbaru, rumah mewah hingga membeli jabatan tinggi.
Sekarang memang zaman uang, Banyak orang kini mengagung-agungkan uang. Dalam pemahaman ilmuwan modern, keadaan itu disebut sebagai materialistis. Materi, terutama uang, mendapatkan posisi mahapenting dalam kehidupan manusia. Materialisme kemudian melahirkan perilaku hidup konsumtif.
Orang Bali pun kini tak luput dari pengaruh zaman uang tersebut. Budaya materialistis dan gaya hidup konsumtif kian terasa kuat dalam kehidupan masyarakat Bali. Yang berkembang sekarang adalah ideologi pasar, ideologi uang. Semuanya diukur dengan uang. (b.)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar