Menu

Mode Gelap
Tunduk Pada Pararem, LPD Kedonganan Terapkan Laporan Keuangan Adat Bebantenan, Cara Manusia Bali Menjaga Alam Semesta SMAN 1 Ubud dan SMAN 2 Semarapura Juarai Lomba Bulan Bahasa Bali di UPMI Bali Bulan Bahasa Bali VI Jalan Terus, Tapi di Hari Coblosan “Prai” Sejenak Konservasi Pemikiran dan Budaya Melalui Gerakan Literasi Akar Rumput

Bali Tradisi · 18 Nov 2008 07:01 WITA ·

“Selikur Galungan”, Hari Baik untuk Meminang


					“Selikur Galungan”, Hari Baik untuk Meminang Perbesar

Teks dan Foto: I Made Sujaya

Selikur dina atau 21 hari menjelang hari suci Galungan kerap kali disebut sebagai hari baik untuk melangsungkan pernikahan, khususnya meminang sang mempelai perempuan. Karenanya, banyak keluarga yang jika hendak melangsungkan pernikahan menjelang Galungan akan memilih waktu 21 hari sebelum hari suci itu tiba untuk meminang. Adakah memang menurut wariga, 21 hari menjelang Galungan sebagai hari baik untuk meminang?

**** 
Tradisi meminang di Bali


Selikur Galungan memang menjadi ungkapan yang begitu dikenal masyarakat Bali. Ungkapan selikur Galungan bahkan diabadikan Bayu KW dalam lagu berjudul sama. Selikur Galungan dipandang sebagai hari baik untuk melangsungkan pernikahan. Jika ada pasangan muda yang tiada kunjung menikah akan digoda dengan ungkapan, “eda kanti liwat selikur Galungane, jangan sampai lewat 21 hari jelang Galungan!” 

Entah mengapa selikur Galungan dianggap sebagai hari baik untuk melangsungkan pernikahan. Penekun wariga sekaligus penyusun kalender Bali asal Buleleng, I Gede Marayana mengaku tidak menemukan kebaikan pada 21 hari menjelang Galungan sehingga dianggap sebagai saat yang tepat untuk melangsungkan upacara pernikahan. 

“Saya tak melihat ada keistimewaan pada selikur Galungan. Malah, saya melihat 21 hari menjelang Galungan itu sebagai saat tidak baik untuk melangsungkan pernikahan karena dari segi wuku tergolong rangda tiga,” kata Marayana. 
Namun, penekun wariga yang juga dosen Universitas Hindu Indonesia (Unhi) Denpasar, IB Putra Manik Aryana, S.S., menyatakan tradisi padewasan di Bali tidaklah berdasarkan satu ketentuan semata, tetapi hasil ramuan dari berbagai ketentuan yang bersumber pada sejumlah lontar. Dalam ketentuan padewasan tertentu, suatu hari bisa saja dikatakan buruk untuk upacara pawiwahan, tetapi pada ketentuan padewasan lain dikatakan baik untuk acara yang sama. Terlebih lagi ada adagium yang menyebut wewaran dikalahkan wuku, wuku dikalahkan penanggal/panglong, penanggal/panglong dikalahkan sasih, sasih dikalahkan dauh dan dauh dikalahkan Sanghyang Triodasa Saksi yang berpuncak pada kebeningan dan kesucian hati. 
Dalam kaitan tradisi selikur Galungan, menurut Putra Manik, jika dilihat dari padewasan wuku memang tergolong rangda tiga. Namun, dalam lontar Wariga Garga disebutkan Buda Wage Warigadean sebagai padewasan sih manaruh yakni padewasan untuk meminang. 
“Ini tergolong sebagai padewasan khusus. Padewasan khusus ini mengalahkan kekuatan rangda tiga sehingga ini yang kemudian dipilih orang untuk meminang,” kata Putra Manik. 
Namun, tokoh agama Hindu, Drs. I Ketut Wiana, M.Ag., menyatakan selikur Galungan memang tergolong sebagai hari baik. Hanya saja, Wiana tak merinci pada hal mana selikur Galungan itu sebagai hari baik, terutama untuk melangsungkan pernikahan. 
Akan tetetapi Wiana melihat penilaian masyarakat yang menyebut selikur Galungan sebagai hari baik untuk melangsungkan pernikahan kemungkinan didasari oleh alasan-alasan sederhana seperti ingin agar pasangan pengantin baru itu bisa merayakan hari suci Galungan. “Kalau menikah 21 hari menjelang Galungan, pasangan pengantin baru itu masih dalam suasana berbahagia saat hari Galungan tiba. Kalau menikah setelah Galungan, mereka akan menunggu cukup lama untuk merayakan Galungan dalam suasana kebahagiaan sebagai pengantin yang begitu kental,” kata Wiana. (b.)


http://feeds.feedburner.com/balisaja/pHqI
Artikel ini telah dibaca 743 kali

badge-check

Redaksi

Baca Lainnya

Ini Kegiatan Penutup Brata Siwaratri yang Sering Dilupakan

23 Januari 2020 - 12:42 WITA

Nyepi Segara, Ucap Syukur Atas Karunia Dewa Baruna

26 Oktober 2018 - 15:06 WITA

Ngusaba Nini, Krama Desa Pakraman Kusamba “Mapeed” Empat Hari

25 Oktober 2018 - 15:03 WITA

“Pamendeman” Ratu Bagus Tutup Puncak “Karya Mamungkah” Pura Puseh-Bale Agung Kusamba

4 April 2018 - 10:18 WITA

“Purnama Kadasa”, Petani Tista Buleleng “Nyepi Abian”

31 Maret 2018 - 14:39 WITA

Cerminan Rasa Cemas Bernama Ogoh-ogoh

14 Maret 2018 - 19:12 WITA

Trending di Bali Tradisi