Yusri
Fajar, kritikus sastra sekaligus akademisi Universitas Brawijaya, Malang
memenangi lomba kritik sastra yang digelar Himpunan Sarjana-Kesusastraan
Indonesia (Hiski) Komisariat Bali dan Balai Bahasa Provinsi Bali tahun 2020. Tim
juri yang terdiri atas I Nyoman Darma Putra, Sunu Wasono, dan Arif Bagus Prasetyo
itu memilih kritik Yusri Fajar yang berjudul “Wisata Bersama Amba: Jejak Tapol,
Potensi Alam dan Budaya Pulau Buru” sebagai karya terbaik dari 26 karya yang
masuk ke panitia. Pengumuman dan penyerahan hadiah dilakukan Selasa (27/10) di Balai
Bahasa Provinsi Bali. Kegiatan yang dirangkaikan dengan acara bedah buku sastra
Luka Batu karya I Komang Adnyana dan Nglekadang Meme karya I Komang Berata ini
juga diikuti peserta secara virtual melalui aplikasi video konferensi zoom dan
disiarkan secara langsung di youtube.
Selain
Yusri Fajar, tim juri juga menetapkan lima pemenang terbaik lain. Setyaningsih sebagai
pemenang II dengan judul kritik “Mencocol Sambal di Tasikmalaya, Menyeruput
Latte di Paris (Telaah 99 Sajak Yudhistira A.N.M. Massardi)” dan I Wayan Sumahardika
sebagai pemenang III dengan judul kritik “Gerak Sejarah Bali dalam Tatapan
Cupak Tanah dan Tujuh Naskah Lainnya Karya Putu Satria Kusuma”. Pemenang IV,
yakni Bandung Mawardi dengan karyanya “Biografi dan Puisi, Tamasya dan Turis”,
Endhiq Anang P. sebagai pemenang V dengan kritiknya berjudul, “Nyanyi Sunyi
Perempuan dan Cendrawasih yang Terluka” dan Angga Okta Priadi sebagai pemenang
VI dengan tulisannya berjudul, “Destinasi “Rasa” dalam Kumpulan Puisi Petualang
Sabang Karya Wayan Jengki Sunarta: Tinjauan Pariwisata Sastra”.
Ketua
tim juri, I Nyoman Darma Putra menjelaskan naskah kritik sastra peserta tergolong
mampu menggarap tema yang diberikan panitia tentang relasi sastra dengan
kearifan lokal, pariwisata dan ekonomi kreatif. Topik pariwisata sastra yang baru
dikenalkan dalam kajian sastra Indonesia bisa memberikan perspektif atau
pendekatan baru dalam membaca teks-teks sastra Indonesia.
“Beberapa
esai peserta menggambarkan penulisnya membaca banyak karya dan membaca banyak
referensi. Tawaran pendekatan pariwisata sastra juga membuat penulisnya kreatif dalam
membaca teks,” ujar guru besar sastra Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Unud ini.
Ketua
Hiski Bali, IGA Mas Triadnyani menerangkan lomba kritik sastra ini baru pertama
kali digelar Hiski Bali bekerja sama dengan Balai Bahasa Provinsi Bali.
Tujuannya untuk menggairahkan penulisan kritik sastra sebagai bagian dari
tradisi sastra Indonesia untuk merespons melimpahnya penerbitan karya sastra
Indonesia.
“Sungguh
membanggakan, respons peserta cukup bagus. Awalnya kami ragu lomba ini minim
peserta. Ternyata, ada 26 naskah yang masuk dari berbagai daerah di Indonesia.
Ada beberapa penulis mengirim tiga hingga empat naskah,” papar Mas Triadnyani.
Kepala
Balai Bahasa Provinsi Bali, Toha Machsun mengapresiasi lomba kritik sastra yang
dinisiasi Hiski Bali dan Balai Bahasa Provinsi Bali ini. Menurut Toha Machsun,
tradisi kritik sastra di Indonesia belum seimbang dengan banyaknya muncul karya
sastra baru. “Melalui lomba ini, tradisi kritik sastra di Bali ini bisa
ditumbuhkan,” kata Toha Machsun.
Balai Bahasa Provinsi Bali, imbuh Toha Machsun, berkomitmen mengayomi perkembangan sastra di Bali. Karena itu, Balai Bahasa Provinsi Bali secara konsisten memberikan hadiah sastra Tantular kepada pengarang terbaik di Bali. Selain itu, Balai Bahasa Provinsi Bali juga konsisten menerbitkan karya-karya para pengarang dan penulis Bali untuk menyediakan bahan bacaan literasi masyarakat di Bali. Ada juga berbagai kegiatan sastra lain, seperti bengkel sastra, diskusi sastra, bedah buku, pendataan sastrawan dan lainnya.
Para pemenang lomba kritik sastra mendapatkan hadiah uang tunai dan piagam penghargaan. Pemenang I mendapat uang tunai Rp 2.000.000, pemenang II Rp 1.500.000, pemenang III Rp 1.250.000, serta pemenang harapan I, II, dan III masing-masing mendapat uang tunai Rp 750.000. (b.)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar