Pengarang Carma Citrawati, sala seorang partisipan dalam acara
"Maca Cerpen lan Puisi Bali Online Keroyokan", Sabtu (16/8).
Pegiat
sastra Bali modern punya cara unik merayakan hari ulang tahun (HUT) ke-75
Republik Indonesia (RI). Minggu (16/8), 55 pegiat sastra Bali modern keroyokan
membaca puisi dan cerpen berbahasa Bali secara virtual melalui facebook dan
instagram. Pembacaan karya dilakukan seharian penuh dan para pembaca diberi
kebebasan memilih karya. Kegiatan yang juga sebagai seri ke-100 kegiatan maca
cerpen/puisi bali modern yang digagas jurnal sastra Bali modern Suara Saking
Bali itu disebut-sebut sebagai yang pertama kali dalam sejarah sastra Bali
modern.
Penggagas
acara yang juga pengelola Suara Saking Bali, I Putu Supartika (26) mengatakan
kegiatan yang digelar ini merupakan kelanjutan dari kegiatan yang telah digelar
sebelumnya yakni membaca cerpen Bali online yang sudah memasuki edisi ke-99. “Sebelumnya
sudah ada kegiatan serupa, namun sehari satu pembaca. Yang sekarang serentak
dalam sehari dan ini untuk merayakan pembacaan yang ke-100 sekaligus
memperingati Hari Ulang Tahun ke-75 Republik Indonesia,” kata lelaki asal
Karangasem ini.
Supartika
mengatakan, acara ini diikuti oleh berbagai kalangan dan kebanyakan dari
generasi muda mulai dari penulis, guru, dosen, mahasiswa, jero mangku, maupun
wartawan. Ini membuktikan jika masih ada generasi muda yang peduli dengan
sastra Bali modern.
Kegiatan
yang bertajuk “Maca Cerpen lan Puisi Bali Online Keroyokan” (membaca cerpen dan
puisi Bali online keroyokan) ini menurut Supartika pertama kali terjadi dalam
sejarah sastra Bali modern. “Kalau membaca secara langsung, mungkin ada, tapi
tidak sebanyak ini juga. Untuk online ini pertama kali dalam sejarah sastra
Bali modern, bahkan di Bali ini yang pertama kalinya,” katanya.
Selama
sehari atau 24 jam, para peserta ini bebas membacakan karya sesuai dengan
keinginannya masing-masing tanpa dibatasi waktu. Peserta bebas memilih karya
yang akan dibacanya, bisa membaca cerpen atau puisi, ataupun cerpen dan puisi
sekaligus, dan bisa membaca karya sendiri, maupun karya penulis lain.
Saat
membaca, peserta melakukan siaran langsung di akun facebook masing-masing,
selain itu ada pula yang melakukan siaran langsung di instagram. Tak ada
ketentuan atau kriteria khusus, karena pembaca bisa bebas mengekspresikan karya
yang dibacanya.
“Ini
sekaligus langkah kami untuk memasyarakatkan bahasa Bali khususnya sastra Bali
modern yang kurang dikenal di Bali. Kami juga mengajak peserta untuk tetap
tangguh dan produktif berkreasi di tengah pandemi Covid-19, sekaligus memupuk
semangat kemerdekaan,” katanya.
Dipilihnya
pembacaan secara daring ini dikarenakan saat ini masih dalam masa pandemi
Covid-19. Selain itu, juga memanfaatkan kecanggihan teknologi saat ini dan
membuktikan bahwa sastra Bali modern tak melulu hadir dalam ruang konvensional,
namun bisa hadir di semua ruang termasuk media sosial.
Salah
seorang pembaca cerpen membaca secara live dari Jepang, I Kadek Gede Doni Merta
Marantika mengaku sangat antusias mengikuti acara ini. Apalagi bagi dirinya
yang saat ini berada jauh dari Bali dan sekaligus rindu Bali.
Doni
membaca cerpen berjudul “Sirep Ngajak Meme” karya I Gede Putra Ariawan yang
berkisah tentang kesetiaan anak kepada ibunya dan ibu-ibu yang lainnya dan
selalu mengajak mereka tidur. “Sebagai orang Bali yang saat ini berada di luar
Bali, saya merasa diri saya berada di Bali dengan ikut membaca cerpen berbahasa
Bali ini. Saya rindu Bali dan saya mengobatinya dengan membaca karya berbahasa
Bali,” katanya.
Dosen
Bahasa dan Sastra Bali Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Unud, I Gede Gita Purnama
Arsa Putra mengapresiasi acara ini. Menurutnya, acara yang pertama kali digelar
dalam sejarah sastra Bali modern ini menurutnya perlu terus dilakukan agar bisa
memasyarakatkan sastra Balu modern itu sendiri.
Tak
hanya itu, menurutnya hal ini juga menunjukkan bahwa dalam berkarya tak
terbatas ruang, waktu, maupun keadaan. “Membaca cerpen secara online melibatkan
lebih dari 50 peserta ini sangat fenomenal. Ganas,” celoteh Gita Purnama.
“Ini
penghargaan besar untuk panglingsir
(tetua) sastra Bali modern seperti Pak Made Sanggra, Pak Nyoman Manda, Pak
Djelantik Santha, termasuk Pak Ajip Rosidi yang telah memberikan penghargaan
Sastera Rancage bagi penulis sastra daerah,” katanya.
Pengarang
sastra Bali modern, IDK Raka Kusuma juga bahagia dengan upaya yang dilakukan
Suara Saking Bali ini. Dirinya mengaku terharu melihat semangat dan gairah
anak-anak muda Bali membaca, menulis dan menggalakkan sastra Bali modern. “Di
era digital seperti sekarang, upaya-upaya yang dilakukan Suara Saking Bali
sangat penting artinya,” kata Raka Kusuma. (b.)
______________________________________________________
Teks: I Made Radeya
Foto: Istimewa
Tidak ada komentar:
Posting Komentar