Menu

Mode Gelap
Tunduk Pada Pararem, LPD Kedonganan Terapkan Laporan Keuangan Adat Bebantenan, Cara Manusia Bali Menjaga Alam Semesta SMAN 1 Ubud dan SMAN 2 Semarapura Juarai Lomba Bulan Bahasa Bali di UPMI Bali Bulan Bahasa Bali VI Jalan Terus, Tapi di Hari Coblosan “Prai” Sejenak Konservasi Pemikiran dan Budaya Melalui Gerakan Literasi Akar Rumput

Desa Mawacara · 12 Jan 2020 08:12 WITA ·

Gringsing, Kain Penolak Bala dari Tenganan Pagringsingan


					Gringsing, Kain Penolak Bala dari Tenganan Pagringsingan Perbesar

Oleh: I MADE SUJAYA 


Anak-anak perempuan Tenganan Pagringsingan dalam suatu upacara adat di desa itu. 

Salah satu ciri khas Desa Tenganan Pagringsingan tentu saja kain tenun ikat yang disebut kain gringsing. Karena itu pula, nama desa ini lebih dikenal dengan Desa Tenganan Pegringsingan. Ini untuk membedakannya dengan Desa Tenganan Dauh Tukad atau pun Tenganan sebagai desa dinas.


Tidak diketahui secara pasti kapan kain gringsing mulai muncul di Tenganan. Tiada diketahui pula siapa yang pertama kali memperkenalkan kerajinan menenun kain ini pertama kalinya di Tenganan.

Menurut tradisi lisan masyarakat Tenganan, kain gringsing mengandung makna sebagai semacam penolak bala. Ini jika dlihat dari kata gringsing yang konon berasal dari kata gering yang artinya ‘wabah’ dan singyang artinya ‘tidak’. Dengan begitu gringsingberarti ‘terhindar dari wabah’.

Namun, diduga pada masa Bali Kuna dulu kain gringsing diproduksi juga di daerah-daerah lainnya. Hanya saja, hingga saat ini hanya di Tenganan kerajinan tenun kain ini masih terjaga.

Kain gringsing ini sendiri terbilang unik, otentik dan kini amat langka. Benang yang dipakai untuk menenun kain ini berasal dari kapas Baliasli. Selain bahannya yang langka, proses pembuatan kain ini juga terbilang amat rumit. Bisa dibutuhkan waktu sampai sepuluh tahun untuk bisa menghasilkan selembar kain gringsing berkualitas bagus.

Mula pertama, kapas Bali dipintal menjadi benang. Kemudian, benang itu dibalutkan lalu dicelup untuk mendapatkan warna-warna tertentu. Pewarnaannya sendiri menggunakan warna alam. Warna kuning sebagai warna dasar dibuat dari minyak kemiri. Setelah itu, benang kembali dililitkan untuk dibuat warna biru dari taum (indigo). Setelah biru, benang itu direndam ke pewarna merah yang terbuat dari akar sunti –hanya bisa tumbuh bagus di Nusa Penida— dan kihip selama tiga hari. Selanjutnya, dicuci dan dijemur minimal tiga bulan. Proses ini kembali diulang-ulang hingga tercapai warna yang sebagus-bagusnya dengan warna terakhir yakni hitam. Proses pewarnaan inilah yang membutuhkan waktu bertahun-tahun.

Ada sejumlah motif kain gringsing yakni lubeng, wayang putri, wayang kebo, cecempakan, cemplong, dingding sigading, dingding ai, pepare, pat likur, petang dasa, semplang, cawet, anteng dan lainnya. Motif-motif itu sendiri penuh dengan simbol-simbol seperti tapak dara dan lainnya.

Karena proses pembuatannya yang rumit dan membutuhkan waktu yang lama, harga selembar kain gringsing pun sangat mahal. Sebuah kain gringsing yang sudah robek-robek saja harganya bisa mencapai Rp 25.000.000. Kalau yang utuh, tentu lebih mahal.

Kain gringsing kerap digunakan sebagai pakaian adat saat upacara berlangsung. Saat Usaba Sambah yang jatuh tiap bulan kelima menurut penanggalan Tenganan –biasanya jatuh pada bulan Juni-Juli—para daha teruna wajib mengenakan kain gringsing. Kain gringsing inilah yang membuat para generasi muda Tenganan itu tampak bersahaja saat menari Rejang Abuang. (b.)

_______________________  

Penyunting: KETUT JAGRA

http://feeds.feedburner.com/balisaja/pHqI
Artikel ini telah dibaca 270 kali

badge-check

Redaksi

Baca Lainnya

Hari Ini Nyepi Segara di Kusamba, Begini Sejarah, Makna, dan Fungsinya

9 November 2022 - 08:17 WITA

“Nyaagang” di Klungkung, “Masuryak” di Tabanan: Tradisi Unik Hari Kuningan

18 Juni 2022 - 14:29 WITA

Magalung di Kampung: Sembahyang Subuh, Munjung ke Kuburan, Malali ke Pesisi

8 Juni 2022 - 16:31 WITA

Tiga Jenis Otonan dalam Tradisi Bali

26 Mei 2022 - 00:57 WITA

Tari Rejang: Warisan Bali Kuno, Simbol Keindahan dan Kesucian

4 Juni 2021 - 22:50 WITA

“Bahan Roras”, Pelaksana Harian Pemerintahan Adat di Tenganan Pagringsingan

2 Juni 2021 - 21:23 WITA

Makare-kare Tenganan Pagringsingan
Trending di Desa Mawacara