Bali
tak salah memiliki banyak sebutan sebagai destinasi pariwisata budaya. Namun,
julukan itu mengandung makna tanggung jawab besar bagi generasi penerus karena
mesti mempertahankan warisan budaya yang adi luhung itu, termasuk spiritualitas
Bali. Bahkan, orang asing juga semakin berminat menekuni budaya spiritual Bali.
Guru
spiritual sekaligus Pembina Yayasan Dharma Puja (YSDP), Cokorda Mangku Bagus
Astawa didampingi Ketua Umum YSDP, Dewa Putu Gede Budiarta saat berbincang
dengan wartawan beberapa waktu lalu menuturkan selama puluhan tahun menekuni
ajaran spiritual, dirinya bangga memiliki ajaran adi luhung yang diwairiskan
leluhur. Sebagai orang Bali, dirinya merasa memiliki kewajiban untuk melestarikan
ajaran itu.
"Kami
menekuni jalan spiritual ini tentu melewati proses yang cukup panjang. Apa yang
diwariskan murni adalah ajaran leluhur kita, tentang usada atau pengobatan, dengan konsep memanfaatkan energi alam,
meditasi dan sebagainya," jelas Cok Mangku.
Dikatakan,
ajaran yang menitikberatkan pada konsep meditasi spiritual itu belakangan cukup
berkembang di Bali. Diakuinya, minat masyarakat, tak terkecuali kalangan orang
asing, begitu tinggi mempelajari ajaran spiritual Bali.
"Orang
asing dari berbagai negara mereka banyak datang ke Bali dan menekuni jalan
spiritual sebagai alternatif membangun keseimbangan jiwa,” ungkap Cok Mangku.
Orang
asing itu, imbuh Cok Mangku, ada dari kalangan dokter atau pun kalangan
professional. Apa pun keyakinannya tidak masalah, asalkan mereka yakin dan
bersikap positif.
“Generasi
muda Bali seyogyangnya menekuni dan melestarikan ajaran adi luhung kita dengan
baik," tutur pemilik pasraman
yang berlokasi di Puri Padma, Banjar Mukti, Singapadu, Sukawati, Gianyar itu.
Untuk
metode pembelajaran, lanjut Mangku Cok Mangku, konsep ajarannya sangat
sederhana. "Saya dulu sakit, saya pernah lumpuh. Namun, berkat
kemukzisatan saya bisa sembuh tanpa obat. Selain itu saya menekuni banyak
ajaran spiritual, dan saya gabungkan keilmuan yang saya dapatkan itu jadi satu,
saya rangkul,” kata Cok Mangku.
Yang
menarik, dalam ajaran ini, menurut Cok Mangku, tidak ada merapalkan mantra. Itu
sebabnya, ajaran ini disebutnya “tanpa sastra, rwa bhinneda tanpa sastra”. Yang dilakukan lebih sebagai perjalanan
meditasi menggunakan teknik dasar-dasar mudra,
power, energi atau energi alam.
Ketua
Umum YSDP, Dewa Putu Gede Budiarta menambahkan dalam perjalanan selama ini,
banyak peminat yang menekuni spiritual di Bali. "Nah agar lebih legal,
kami baru saja menerima pengakuan Negara kepada yayasan ini. Kini yayasan kami
sudah berbadan hukum tetap," jelas Dewa Budiarta yang juga seorang dosen
seni rupa ini.
Dewa
Budiarta menyatakan yayasan ini membidangi meditasi, spiritual, dan pengobatan.
Sejatinya yayasan ini sudah lama berjalan, bahkan sebelum lembaga yayasan
terbentuk.
"Proses
pengajuan untuk berbadan hukum ke Kementerian Hukum dan HAM RI, kami lakukan
sejak 5 bulan lalu. Sekarang sudah resmi kami miliki badan hukum,” kata Dewa
Budiarta.
Menandai keluarnya legalitas yayasan, pihaknya
meluncurkan yayasan ini pada 10 Mei lalu di Pura Teratai Bang, Kebun Raya
Bedugul. Kegiatannya diisi persembahyangan bersama. Yayasan beranggotakan 60
orang dengan pengayom Ida Rsi Agung Tegal Tamu.
Teks dan Foto: Made Radheya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar