Rencana DPRD Bali mencabut Perda Provinsi Bali No. 4 tahun 2012
tentang Lembaga Perkreditan Desa (LPD) Bali dan menyusun rancangan peraturan
daerah (ranperda) inisiatif mengenai LPD Bali, disambut positif Kepala LPD Desa
Adat Kedonganan, I Ketut Madra. Pihaknya meminta agar penyusunan ranperda itu
sejalan dengan UU No. 1/2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro (LKM) yang secara
tegas sudah mengakui LPD sebagai lembaga keuangan milik komunitas adat, yang
diatur berdasarkan hukum adat.
"Dalam memandang LPD, UU LKM menggunakan semangat
penghormatan terhadap kekhususan dan keunikan LPD sebagai lembaga adat yang
menjalankan fungsi keuangan komunitas adat Bali. Karena itu, UU LKM memberikan
keleluasaan masyarakat adat mengatur sendiri keberadaan LPD dan Lumbung Pitih
Nagari (LPN) di Padang dan tidak tunduk dengan UU LKM," kata Madra, Minggu
(17/1).
![]() |
Pelayanan krama di LPD Desa Adat Pecatu. (balisaja.com/sujaya) |
Sesungguhnya, kata Madra, pemberian kekhususan dalam mengelola
sendiri LPD merupakan hasil perjuangan komponen masyarakat Bali, para pengelola
LPD, akademisi, wakil-wakil Bali di DPD dan DPR RI serta pemangku kepentingan
yang menyadari keunikan LPD yang merupakan aset masyarakat adat Bali yang harus
diselamatkan. Jika disamakan dengan LKM, bank atau pun koperasi, keunikan LPD
akan hilang dan bisa jadi bukan lagi jadi milik masyarakat adat Bali. Karena
itu, melalui diplomasi dan diskusi yang elok dengan penyusun UU, LPD Bali
dikecualikan.
"Makanya aneh kalau kita sendiri orang Bali malah menolak UU
LKM yang justru memberi keleluasaan bagi masyarakat adat Bali mengatur LPD-nya
sendiri. Parahnya, para pengelola LPD mau dipecah untuk pro terhadap perda atau
pro terhadap UU LKM," ujar Madra.
Lebih lanjut Madra mengatakan,
Majelis Utama Desa Pakraman (MUDP) Bali sudah sejak lama mengantisipasi dan
menyikapi UU LKM ini hingga muncul Keputusan
Paruman Agung III MDP Bali No. 007/SK-PA III/MDP Bali/VIII/2014 tentang Pararem LPD Bali. Pararem yang disepakati para
bendesa adat se-Bali ini sebagai wujud hukum adat Bali yang memayungi LPD Bali.
MUDP juga dinilainya melangkah serius membentuk Dewan LPD Bali berdasarkan keputusan Sabha Kerta MUDP Bali pada 20 Agustus 2015, untuk merancang sistem
keuangan adat Bali guna melindungi keberadaan LPD sebagaimana diamanatkan UU
LKM.
Sayangnya, kata Madra, ada
pihak-pihak tertentu yang tidak nyaman dengan hal ini karena takut kehilangan
peran dan sumber daya. LPD pun dibiarkan dalam ketidakpastian dan para
pengelola dipecah belah.
Namun, Madra bersyukur karena ada komponen masyarakat Bali yang
peduli lalu mengingatkan potensi keilegalan LPD jika tetap tak menjalankan
amanat UU LKM yang justru memberikan keleluasaan LPD untuk diatur dengan hukum
adat. Bahkan, kini DPRD Bali bersama Gubernur Bali bersepakat merespons amanat
UU LKM dengan rencana pencabutan Perda LPD dan merancang perda baru yang lebih
sejalan dengan amanat UU LKM dan roh LPD sebagai lembaga keuangan komunitas
adat Bali.
Madra juga menyambut baik gagasan Gubernur Mangku Pastika untuk
menghapus kewajiban LPD nenyetorkan 5% labanya sebagai dana pemberdayaan.
Gubernur mengusulkan agar dana pemberdayaan diambil dari APBD karena merupakan
kewajiban pemerintah.
"Selama ini dana pemberdayaan ini yang
selalu jadi masalah. Karena peruntukan dan pertanggungjawabannya tidak jelas.
Justru saat LPD bermasalah, lembaga pembina atau pemberdaya tak banyak
berperan. LPD berjuang sendiri mengatasi masalahnya," tandas Madra. (b.)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar