Manusia Bali kembali merayakan hari raya Soma Ribek, pada
Soma Pon wuku Sinta, Senin (30/11) hari ini. Hari Soma Ribek diidentikkan
sebagai hari pangan dalam tradisi Bali. Secara faktual, tradisi perayaan hari
Soma Ribek ditandai dengan ritual khusus bagi Batari Sri, Tuhan dalam
manifestasi pemberi kesejahteraan dan kemakmuran bagi umat manusia. Batari Sri
juga diidentikkan dengan Dewi Padi.
(Baca: Soma Ribek, Hari Pangan ala Bali)
Boleh jadi itu sebabnya, dalam tradisi Bali, ritual utama
perayaan hari Soma Ribek dilaksanakan di sawah dan tempat-tempat penyimpanan
padi, semisal jineng maupun tempat
penyimpanan beras, seperti pulu. Di
hari Soma Ribek, masyarakat Bali juga dipantangkan menumbuk padi dan menjual
beras. Masyarakat awam Bali juga menyebut Soma Ribek sebagai hari piodalan beras.
Petani Bali memanen padi. (balisaja.com) |
Beras memang menjadi sumber pangan utama masyarakat Bali. Konsumsi
beras di kalangan masyarakat Bali juga masih cukup tinggi, meski di bawah
konsumsi beras secara nasional. Sebagai bahan renungan di hari Soma Ribek, hari
pangan dalam tradisi Bali, berikut ini data-data mutakhir kondisi perberasan di
Bali.
Produksi Beras di
Bali Tahun 2015 Turun 0,81%
Badan Pusat Statistik Bali merilis produksi padi pada tahun
2015 berdasarkan angka ramalan II (ARAM II) diperkirakan sebesar 850.965 ton,
atau turun 9.979 ton GKG (0,81 persen) dibandingkan tahun 2014 yang sebesar
857.944 ton Gabah Kering Giling (GKG).
Produksi padi di Bali pernah meningkat tahun 2013 sebesar
880.982 ton dibandingkan tahun 2012 yang tercatat 865.554 ton. Namun, kembali
turun pada tahun 2014.
Penyumbang produksi padi tertinggi berasal dari Tabanan
sebesar 24,33 persen, kemudian Gianyar 22,75 persen, dan Buleleng sebesar 14,80
persen. Sebaliknya, penyumbang produksi padi terendah adalah Kota Denpasar
sebesar 3,16 persen saja.
Konsumsi Beras di
Bali 116 Kg Per Kapita
Biro Humas Pemprov Bali pernah menyebut tingkat konsumsi
beras masyarakat Bali mencapai 116 kg per kapita per tahun. Data ini memang
belum sepenuhnya akurat, seperti halnya data konsumsi beras secara nasional. Data
BPS menyebut tingkat konsumsi beras secara nasional mencapai 139 kg per kapita per
tahun atau 380 gram per hari. Kementerian Pertanian menyebut konsumsi beras
secara nasional sebesar 124 kg per kapita per tahun atau 340 gram per hari.
Sementara Kementerian Perdagangan menyebut, untuk konsumsi rumah tangga
ditambah rumah makan tingkat konsumsi beras secara nasional sebesar 114 kg per
tahun atau 312 gram per hari. Data keempat diyakini lebih mendekati realitas.
Jika data ini benar, tingkat konsumsi beras masyarakat Bali melebihi tingkat
konsumsi beras secara nasional. Padahal, tingkat konsumsi beras masyarakat Bali
sebelumnya lebih rendah dari tingkat konsumsi beras secara nasional.
Guru besar pertanian dari Universitas Udayana, Dewa Ngurah
Suprapta mendorong agar tingkat konsumsi beras masyarakat Bali diturunkan menjadi
minimal 100 kg per kapita per tahun. Penduduk negara-negara maju seperti Jepang
memiliki tingkat konsumsi beras relatif kecil yakni hanya berkisar 65-70 kg per
kapita per tahun.
Namun, Kepala Perum Bulog Divisi Regional Bali Wayan Budhita
mengatakan rata-rata konsumsi beras di Pulau Dewata pada hari biasanya mencapai
sekitar 2.600 ton per bulan. Wakil Gubernur Bali, I Ketut Sudikerta menyebut
kebutuhan beras di Bali per tahun sekitar 37.000 ton.
Konsumsi Beras Lebih
Besar di Kalangan Masyarakat Pedesaan
Data BPS memperlihatkan prosentase konsumsi beras antara
perkotaan dan pedesaan memang relatif jauh perbedaanya. Jika di Kota prosentase
konsumsi beras sekitar 26%, di pedesaaan mencapai sekitar 33%.
Kepala BPS Provinsi Bali, Panusunan Siregar mengatakan,
bahwa komoditas beras ini berpengaruh terhadap garis kemiskinan, karena di
pedesaan cenderung pengeluaran dihabiskan 33% hanya untuk konsumsi beras,
bahkan tidak ada proporsi utama di bidang pendidikan
Bali Miliki 75 Jenis
Tanaman Umbian Berprotein Tinggi Setara Beras
Jika tak lagi menjadikan padi sebagai sumber pangan utama,
adakah Bali memiliki sumber pangan alternatif? Dewa Ngurah Suprapta menyebut Bali
memiliki tidak kurang dari 75 jenis tanaman umbi-umbian yang umumnya mengandung
protein tinggi, sekaligus dapat berfungsi untuk menyembuhkan berbagai penyakit,
antara lain kanker dan penyakit
diabetis.
Ketela rambat misalnya mengandung protein melebihi kentang
yakni kalorinya 123 setiap 100 gram. Sementara, kentang hanya 83 per 100 gram. Sedangkan,
kandungan karbohidrat ubi jalar 27,9 dan kentang hanya 19,1.
Demikian pula kandungan kalsium ubi jalar mencapai 30,
sementara kentang hanya 11 setiap 100 gramnya. Protein ketela rambat hampir
sama dengan suweg, yang belakangan
jarang ditanam petani, padahal dulunya merupakan makanan ringan masyarakat Bali.
(b./diolah dari berbagai sumber)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar