Setelah merayakan hari Saraswati, Sabtu (2/5) kemarin, umat Hindu kini merayakan hari Banyupinaruh yang jatuh pada Minggu (3/5) hari ini. Banyupinaruh identik dengan kegiatan malukatke pantai atau pun ke sumber-sumber mataair suci. Biasanya, hari pertama di wuku Sintha itu diisi dengan kegiatan mandi ke pantai pada pagi-pagi buta, sekitar pukul 04.00. Awam biasa menyebutnya sebagai kegiatan malukat.
Itu sebabnya, sejak subuh tadi banyak pantai dan tempat-tempat permandian suci penuh sesak dengan umat. Cobalah datang ke sejumlah pantai utama di Bali Selatan, seperti Padanggalak, Mertasari (Denpasar), Kuta, Petitenget (Badung), Lebih (Gianyar) maupun Kusamba (Klungkung), pada Minggu besok, sungguh penuh sesak dengan umat dari berbagai penjuru. Bahkan, mereka sudah berdatangan sejak subuh.
Nasi pradnyan dan duegan dinikmati saat Banyupinaruh |
Tapi, Banyupinaruh sejatinya bukan sekadar malukat ke pantai di pagi hari. Banyupinaruh merupakan prosesi akhir dari rangkaian hari suci Saraswati yang sarat makna. Selain malukat, ada sejumlah tradisi lanjutan yang biasanya dilakukan orang Bali.
I Made Suasta, seorang warga Klungkung, menuturkan usai malukat di pantai, dia dan keluarganya melaksanakan pembersihan dan penyucian diri lagi di rumah dengan menyiramkan air kumkuman (air kembang) di kepalanya. “Kami menyebut prosesi ini makumkuman. Air kumkuman sudah dibuat kemarin malam,” kata Suasta.
Selesai makumkuman, Suasta bersiap untuk bersembahyang. Diawali dengan mempersembahkan sesaji rayunan yasa pada setiap palinggih. Setelah itu, seluruh keluarga bersembahyang bersama memohon anugerah kecerdasan dari Sang Hyang Aji Saraswati.
Usai bersembahyang, Suasta dan keluarga bersama-sama nyurud nasi pradyan dan air kelapa muda hijau atau dikenal dengan sebutan duegan. “Ibu saya bilang, ini simbol kita memohon anugerah kecerdasan dari Sang Hyang Aji Saraswati,” tutur Suasta.
Ketua Yayasan Dharma Acarya IB Sudarsana dalam buku Acara Agama Hindu, nasi pradnyan berwujud nasi kuning dilengkapi dengan lauk panuk, kacang saur, telur, daging ayam, kecarum, mentimun, terung dan lainnya. Mirip dengan nasi yasa sehingga dinamakan pula nasi yasa saraswati. Selain nasi pradnyan, menurut IB Sudarsana, juga ada tradisi menikmati loloh sad rasaterbuat dari segenggam beras galih(beras yang butirannya masih utuh atau tidak hancur), gamongan, garam serta air kumkuman kayu cendana.
(Baca: Menikmati Loloh Sad Rasa dan Nasi Pradnyan di Hari Banyupinaruh)
(Baca: Menikmati Loloh Sad Rasa dan Nasi Pradnyan di Hari Banyupinaruh)
Setelah menikmati loloh sad rasa dan nasi pradnyan itu, pujawali Saraswati yang dilaksanakan sejak sehari sebelumnya (hari Saraswati) pun dinyatakan lebar atau berakhir.
Makna hari Banyupinaruh, menurut penekun sastra Hindu, IBG Agastia dalam buku Saraswati Simbol Penyadaran dan Pencerahan sejatinya penyucian diri. Kata banyu pinaruh boleh jadi berasal dari kata banyu pangawruh yang berarti ‘air ilmu pengetahuan’ yang menyucikan dan member vitalitas hidup.
Karena itu, Banyupinaruh adalah momentum pembersihan dan penyucian diri. Jalan pembersihan dan penyucian itu dengan ilmu pengetahuan. Malukat dengan mandi ke laut sejatinya sebagai simbol pembersihan dan penyucian diri. (b.)
http://feeds.feedburner.com/balisaja/pHqI