![]() |
AA Bagus Wirawan |
24-25 Mei 1849
atau 166 tahun silam, sebuah peristiwa bersejarah pecah di Desa Kusamba,
benteng utama Kerajaan Klungkung di sisi timur. Kala itu, laskar rakyat
Klungkung yang tergabung ke dalam laskar pemating
dan endehan mencatatkan sejarah
penting dalam perjuangan rakyat Bali menghadapi invasi penjajah Belanda dengan
menewaskan pemimpin pasukan Belanda, Mayor Jenderal AV Michiels. Perang Kusamba juga mencatatkan kepahlawanan Dewa Agung Istri Kanya, raja putri Kerajaan Klungkung.
Namun, peristiwa
ini nyaris tak pernah diperingati secara resmi seperti halnya peristiwa perang
Puputan Klungkung 28 April 1908. Padahal, peristiwa Perang Kusamba menorehkan
semangat heroik dan patriotik yang tak kalah dengan peristiwa Puputan
Klungkung. Bahkan, seperti halnya Perang Jagaraga 1846 yang berhasil mempecundangi Belanda, Perang Kusamba juga
mengangkat harkat, martabat dan harga diri orang Bali karena berhasil menewaskan pemimpin utama pasukan Belanda.
(Baca: Perang Kusamba, Kemenangan Gemilang Laskar Klungkung di Bumi Ilalang)
(Baca: Perang Kusamba, Kemenangan Gemilang Laskar Klungkung di Bumi Ilalang)
Profesor Sejarah
dari Universitas Udayana (Unud), AA Bagus Wirawan menyatakan peristiwa Perang Kusamba merupakan
kelanjutan dari Perang Jagaraga. Karena itu, menurut Wirawan, Perang Kusamba
merupakan bagian penting dari perlawanan rakyat Bali melawan penjajahan
kolonial Belanda.
Diakui Wirawan,
Perang Kusamba memang sebagai perlawanan dalam skala kecil. Dalam Perang
Kusamba juga tidak ada korban dari pihak raja atau keluarga kerajaan. Korbannya
dari pihak rakyat, pihak prajurit. Perang Kusamba juga tidak mengakhiri
Kerajaan Klungkung. Selain itu, Perang Kusamba juga berakhir dengan kekalahan
Klungkung karena Kusamba akhirnya bisa dikuasai Belanda, terutama setelah
ditandatanganinya perjanjian di Kuta sebulan setelah perang.
Tapi, menurut Ketua Program Studi Doktor Kajian Budaya Unud ini, Perang Kusamba memiliki arti penting dalam sejarah perlawanan rakyat
Bali menghadapi penjajahan Belanda. Bahkan, dampak yang ditimbulkan dalam
peristiwa itu sangat besar karena Belanda kehilangan pemimpin pasukannya yang
seorang jenderal. “Kalau pun Perang Kusamba disebut sebagai kekalahan
Klungkung, tetapi kekalahan itu dibayar dengan sebuah hasil yang sangat
penting, seorang pemimpin pasukan Belanda yang berpangkat jenderal tewas di
tangan prajurit Klungkung,” kata Wirawan yang juga tokoh Puri Gelgel, Klungkung
ini.
(Baca: Dewa Agung Istri Kanya, Perempuan Bali Pemimpin Perang Kusamba)
(Baca: Dewa Agung Istri Kanya, Perempuan Bali Pemimpin Perang Kusamba)
Karena itu,
Wirawan menilai Perang Kusamba layak diperingati seperti halnya Puputan
Klungkung. Dalam Perang Kusamba, setidaknya bisa dipetik tiga nilai karakter
bangsa, yakni heroisme, patriotisme dan emansipasi wanita.
“Namun, untuk
menggelar peringatan resmi seperti Puputan Klungkung, jelas itu menjadi
kewenangan Pemkab Klungkung. Itu sangat tergantung pada dana yang dimiliki,
selain tentu soal komitmen pada nilai-nilai sejarah dan karakter bangsa,” kata mantan Dekan Fakultas Sastra Unud ini.
Sejatinya, menurut Wirawan, upaya memperingati Perang Kusamba sudah dimulai secara terbatas oleh masyarakat Klungkung sejak beberapa tahun belakangan. Hal ini dinilai Wirawan justru bagus karena lahir dari inisiatif rakyat. (b.)
Sejatinya, menurut Wirawan, upaya memperingati Perang Kusamba sudah dimulai secara terbatas oleh masyarakat Klungkung sejak beberapa tahun belakangan. Hal ini dinilai Wirawan justru bagus karena lahir dari inisiatif rakyat. (b.)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar