Menu

Mode Gelap
Tunduk Pada Pararem, LPD Kedonganan Terapkan Laporan Keuangan Adat Bebantenan, Cara Manusia Bali Menjaga Alam Semesta SMAN 1 Ubud dan SMAN 2 Semarapura Juarai Lomba Bulan Bahasa Bali di UPMI Bali Bulan Bahasa Bali VI Jalan Terus, Tapi di Hari Coblosan “Prai” Sejenak Konservasi Pemikiran dan Budaya Melalui Gerakan Literasi Akar Rumput

Resensi · 15 Des 2013 16:39 WITA ·

Sejarah Kecil Bali dari Wartawan Tiga Zaman


					Sejarah Kecil Bali dari Wartawan Tiga Zaman Perbesar

Oleh: I MADE SUJAYA

Sampul buku “Widminarko Mandiri Belajar Sendiri”

Judul Buku  : Widminarko Mandiri Belajar Sendiri
Penulis          : Widminarko
Penerbit        : Pustaka Tokoh
Tahun            : 2013
Tebal              : xxiv + 275 halaman

Berita adalah sejarah yang ditulis hari ini. Ungkapan ini begitu dikenal di dunia wartawan. Sebuah ungkapan yang menunjukkan wartawan tidak semata sebagai penyampai kabar tetapi juga pencatat sejarah. Melalui tulisan dan berita wartawan pula, para sejarawan menyusun sejarah selain melalui dokumen resmi atau pun pengakuan lisan para pelaku sejarah.

Itu sebabnya, sejumlah wartawan senior kerap menjadi seorang penulis sejarah, setidaknya sejarah dari sisi yang lain. Almarhum Rosihan Anwar, wartawan senior yang berkiprah sejak zaman Belanda misalnya, dikenal juga banyak menulis laporan yang memiliki nilai historis tinggi. Acap kali, Rosihan menulis kembali sebuah peristiwa bersejarah atau pun sosok pelaku sejarah bertepatan dengan hari peringatan peristiwa bersejarah itu.

Tahun 2004, Rosihan Anwar menerbitkan sebuah buku bernilai historis yang diberi judul, Sejarah Kecil “Petitie Histoire” Indonesia. Buku setebal 326 halaman itu merupakan kumpulan feature sejarah mengenai sejumlah tempat di Indonesia yang memiliki jejak sejarah dalam perjalanan perjuangan bangsa Indonesia.

Istilah petite histoire mengacu pada kisah-kisah kecil yang berkaitan dengan suatu peristiwa bersejarah. Wartawan memiliki modal yang kuat menuliskan petite histoire, menampilkan fakta-fakta sejarah yang diramu dengan gaya penulisan yang menarik dan bahasa yang mudah dimengerti, ringkas, lugas dan memikat.

Itu pula tampaknya yang dilakukan Widminarko dalam buku ini. Kendati merupakan memoar, buku Widminarko Mandiri Belajar Sendiri(WMBS) kaya dengan informasi bernilai historis tinggi. 10 bagian pertama merupakan catatan sejarah masa kecilnya di Banyuwangi, sedangkan 25 bagian lainnya merupakan catatan sejarah Bali.

Tulisan-tulisan itu terbagi dalam dua tema besar: sejarah politik dan sejarah pers di Bali. Dua tema ini tampaknya paling dikuasai Widminarko karena dia tidak saja menjadi pencatat sejarah tetapi juga pelaku sejarah. Widminarko adalah wartawan media terbesar dan tertua di Bali, Bali Post(sebelumnya bernama Suara Indonesia, Suluh Indonesia dan Suluh Marhaen edisi Bali) serta aktivis PNI di Bali. 

Seperti halnya karya Rosihan, buku WMBS juga mengungkap “sejarah kecil” yang memiliki kaitan dengan peristiwa-peristiwa penting dan besar di Bali. Sejumlah tulisan yang cukup kuat menunjukkan sebagai “sejarah kecil” di antaranya, “Malam Amal Gajah Mada”, “Wedastera Suyasa Demo Naik Sepeda”, “Menangis Sebelum Mati”, “Penggranatan Fakultas Sastra”, serta “Cokorda Bagus Sayoga Pemimpin Tanpa Dasi”.

Dalam tema sejarah politik Bali, Widminarko menulis prolog dan epilog tragedi politik tahun 1965 yang kerap disebut sebagai sejarah kelam Pulau Dewata. Yang menarik, Widminarko menampilkan tulisan tentang misteri lagu genjer-genjer yang kerap dikaitkan dengan Partai Komunis Indonesia (PKI).

Hanya sayang, tulisan seputar geger politik 1965 kurang diwarnai kisah-kisah humanis di balik pembantaian orang-orang PKI di Bali. Padahal, kisah-kisah ini begitu berlimpah dan kaya warna. Tulisan Widminarko seputar tragedi ini lebih sebagai laporan jurnalistik. Padahal, Widminarko seorang penulis feature yang kuat.

Tema sejarah pers di Bali menjadi nilai lebih buku ini. Widminarko tak hanya wartawan media tertua dan terbesar di Bali, tetapi juga wartawan tiga zaman: Orde Lama, Orde Baru dan Orede Reformasi. Hanya memang, sejarah pers yang disajikan Widminarko berfokus pada sejarah perkembangan Bali Post. Sesuatu yang wajar karena buku ini merupakan buku memoar.

Kendati pun kaya dengan informasi bernilai historis, sebagai memoar, buku WMBS tak bisa menghindar dari perdebatan antara his story dan history. Sejauh mana informasi yang disajikan memang benar-benar sebagai data sejarah yang sahih dan sejauh mana yang sebatas kisah pribadi yang bersentuhan dengan suatu peristiwa sejarah.

Namun, buku ini tetap merupakan sebuah sumbangan berharga bagi penulisan sejarah Bali. Teknik penulisan yang padat, ringkas, lugas serta dengan bahasa yang jernih menjadikan buku ini tak hanya menyajikan sebuah uraian sejarah, tetapi sebuah kisah sejarah yang enak dan perlu untuk dibaca. (b.)
_______________________________ 

Penyunting: NYOMAN SAMBA
http://feeds.feedburner.com/balisaja/pHqI
Artikel ini telah dibaca 49 kali

badge-check

Redaksi

Baca Lainnya

Made Taro Mengenalkan Alam Melalui “Plalian”

14 April 2018 - 14:19 WITA

Dongeng-dongeng Paket Hemat Ala Made Taro

14 Agustus 2017 - 07:33 WITA

Lawar Goak: Kisah Bali yang Benar-benar Bali

29 November 2014 - 22:36 WITA

Membaca Bali dari Jejak Putu Setia

2 Juni 2013 - 11:10 WITA

Menjinakkan “Bom” dengan Nurani

12 Desember 2007 - 03:40 WITA

Trending di Bali Pustaka