Teks dan Foto: I Made Sujaya
Sejumlah
desa di Bali memiliki tradisi unik memuliakan hewan. Penduduknya menganggap
binatang tertentu sebagai hewan suci, dan karenanya berpantang untuk menyakiti
apalagi membunuhnya. Tradisi itu ada yang dikukuhkan dalam awig-awig (peraturan adat) ada juga yang hanya berupa kepercayaan
turun-temurun.
Kerbau Suci di Tenganan
![]() |
Kerbau suci Tenganan Pagringsingan |
Jika
Anda berjalan-jalan di wilayah Desa Adat Tenganan Pegringsingan, Karangasem, Anda
tak cuma menjumpai rumah-rumah penduduknya yang tertata rapi sekaligus unik,
juga kerbau yang bebas berkeliaran. Hewan mamalia ini begitu leluasa ngelincak
di pekarangan desa.
“Kerbau
memang digolongkan sebagai hewan suci di sini,” tutur tetua Desa Adat Tenganan
Pegringsingan, I Nyoman Nuja.
Menurut
keyakinan warga di desa ini, sudah ada yang ngangonang
(menggembalakan) hewan-hewan suci ini. Karenanya warga tak boleh memeliharanya
lagi, tak perlu mencarikannya makanan. Warga pun tak berani mengusik ketenangan
kerbau-kerbau itu. Kecuali bila masuk ke pekarangan rumah atau merusak
pekarangan desa, warga jarang sekali menghalaunya.
Untuk
menjamin tidak terusiknya kerbau-kerbau itu, desa adat juga memiliki awig-awig yang tiada memperkenankan
warganya menggembalakan hewan-hewan piaraannya di pekarangan desa. Malah, dulu
pernah juga ada aturan tidak boleh memelihara kambing. Semua larangan itu,
tampaknya agar kerbau-kerbau suci itu tak sampai kehabisan makanan.
Lembu “Duwe” di Taro
![]() |
Lembu putih Taro |
Warga Desa Taro, Tegalalang, Gianyar juga amat menyucikan
lembu putih. Hewan mamalia ini pantang mereka usik, tiada berani disakiti,
apalagi dibunuh. Menurut keyakinan warga setempat, lembu putih merupakan duwe
(kepunyaan) Ida Batara di Pura Agung Gunung Raung, sebuah pura kahyangan
jagat yang terletak di Desa Adat Taro Kaja.
Lembu-lembu
putih pun mendapat perlakuan istimewa di kalangan warga Taro. Selain tidak
boleh diganggu, dijual, atau pun dikonsumsi, lembu-lembu tersebut juga mendapat
sebutan unik. “Ida Bagus” untuk lembu jantan dan “Ida Ayu” untuk lembu betina.
Dulu, lembu putih dibiarkan berkeliaran di wilayah desa.
Warga tiada berani mengusirnya kendati pun hewan ini masuk ke tegalan atau
rumahnya. Pernah terjadi, ada warga yang berani mengusir atau berkata-kata
kasar kepada lembu putih yang masuk ke tegalannya, kontan saja warga tersebut
dikejar sang lembu. Tak cuma itu, warga itu pun jatuh sakit.
Kini,
setelah berkembangnya Taro sebagai desa wisata gajah, lembu-lembu itu
dikandangkan di tempat khusus. Jatah rumput yang dulu bebas dinikmati lembu
putih, kini mesti dibagi dengan gajah. Namun, warga Taro masih mennyucikan
lembu putih. Mereka juga tetap tak berani memelihara lembu putih ini. Bila sapi
piaraannya melahirkan anak lembu putih, setelah usai menyusui lembu tersebut
dihaturkan ke tempat pengandangan yang kini dikelola secara khusus itu.
Lazimnya, penyerahan lembu putih ke kandang itu disertai menghaturkan banten
pejati.
Bangau Anugerah di
Petulugunung
![]() |
Kokokan (bangau putih) Petulugunung |
Di
Petulugunung, Gianyar, warga setempat dikenal amat menyayangi keberadaan
burung-burung kokokan (bangau putih). Mereka
tidak mengusik sama sekali kehidupan satwa yang kebanyakan berbulu putih lebat
itu. Bahkan, warga setempat memiliki aturan tiada tertulis : tak boleh membunuh
atau menyakiti kokokan. Bila ada yang
melanggar dikenai denda Rp 10.000.
Bukanlah
denda itu yang ditakuti. Namun, bagi warga Petulugunung, kokokan di desa mereka
dianggap sebagai burung suci, sebagai anugerah.
Burung
kokokan itu diyakini sebagai ancangan
duwe Ida Bhatara sebagai anugerah karena ketulusikhlasan warga ngayah selama ngusaba desa dan ngusaba nini
tahun 1965 silam. Belakangan memang Petulugunung menikmati rezeki pariwisata
berkat kehadiran kokokan tersebut.
Sementara
itu, desa-desa yang memiliki objek wisata hutan kera seperti Sangeh, Wenara
Wana Ubud serta Alas Kedaton umumnya juga sangat mensucikan kera-kera yang
menghuni hutan di desa setempat. Malah, saban hari Tumpek Kandang, kera-kera
itu pun dibuat upacara khusus. Warga setempat menyebutnya sebagai otonan bojog (upacara hari lahir kera). (b.)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar