Teks dan Foto: I Putu Jagadhita
![]() |
Tunjung (Teratai) |
Menurut
Drs. I Ketut Wiana dalam buku Arti dan
Fungsi Sarana Persembahyangan menyebutkan dalam lontar Aji Kembang, Dewata Nawasanga (sembilan dewa penjaga sembilan
penjuru mata angin) disimbolkan dengan bunga tunjung. Dewa Iswara di timur
dilambangkan dengan tunjung putih. Dewa Mahesora di tenggara dilambangkan
dengan bunga tunjung dadu. Dewa Brahma di selatan dilambangkan dengan bunga
tunjung merah. Dewa Rudra di barat daya dilambangkan dengan bunga tunjung
jingga. Dewa Mahadewa di barat dilambangkan dengan bunga tunjung warna kuning.
Dewa Sankara di barat laut dilambangkan dengan bunga tunjung warna wilis (hijau). Dewa Wisnu di utara
dilambnagkan dengan bunga tunjung warna ireng
(hitam). Dewa Sambu di timur laut dilambangkan dengan bunga tunjung warna biru.
Dewa Siwa di tengah dilambangkan dengan bunga tunjung lima warna (pancawarna).
Tentang
keutamaan bunga tunjung, imbuh Wiana, juga diceritakan dalam lontar Dwijendra Tattwa. Diceritakan dalam
perjalanan Danghyang Dwijendra dari Jawa ke Bali ,
sang wiku menjumpai seekor naga besar
dengan mulut yang sedang menganga lebar dan sangat menakutkan. Danghyang
Dwijendra dengan tenang memasuki mulut naga tersebut. Di dalam perut naga yang
besar itu, Danghyang Dwijendra menjumpai sebuah telaga berisi bunga tunjung
tiga warna. Di timur berwana putih, di utara berwarna hitam dan di selatan
berwarna merah.
Ketiga
bunga itu dipetik Danghyang Dwijendra. Bunga tunjung putih dipegang di dada,
sedangkan yang berwarna hitam dan merah disuntingkan di kedua telinganya.
Selanjutnya, wiku yang menjadi purohita kerajaan Gelgel itu keluar dari
perut naga. Setelah berada di luar, istri dan putra-putrinya yang menunggu di
luar sangat terkejut. Pasalnya, wajah Danghyang Dwijendra berubah menyerupai muka
naga. Setelah dijelaskan duduk persoalannya, istri dan putra-putrinya akhirnya
mengerti.
![]() |
Ratna (Knop) |
Dewa
Wiswakarma kemudian menciptakan putri cantik dengan sarana bunga ratna dan
wijen. Terciptalah putri cantik itu dengan nama Tilotama. Saking cantiknya,
dewa-dewa pun ikut terpesona. Bahkan, diceritakan, Dewa Brahma sampai berkepala
empat agar dapat melihat putri itu dari segala penjuru. Begitu juga Dewa Indra
disebutkan bermata seribu agar dapat melihat kecantikan Tilotama dari segala
penjuru.
Tilotama
kemudian melaksanakan tugas menggoda tapa raksasa kembar Sunda-Pasunda. Kedua
raksasa itu kemudian berperang untuk mendapatkan Tilotama. Karena sama-sama
sakti, kedua raksasa itu pun mati. Lantaran jasa bunga ratna yang berhasil
menjadi putri cantik, bunga ratna pun mendapat waranugraha (anugerah) sebagai bunga utama untuk memuja Tuhan atau
sarana utama untuk keagamaan.
“Makna
mitologi itu, bunga yang utama adalah bunga yang dapat menarik daya pesona yang
memandangnya. Bunga seperti itu bisa digunakan untuk sarana pemujaan,” kata
Wiana.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar