Teks dan Foto: I Made Sujaya
Desa
ini sudah dikenal sebagai salah satu desa wisata populer di Bali. Ciri khas dea
ini tiada lain angkul-angkul (pintu gerbang) di pekarangan desa yang
topografinya berundak-undak.
Sangat
mudah untuk menggapai dusun ini. Terletak sekitar 5 kilometer utara Kota Bangli
dan 40 kilometer timur laut Denpasar. Dari jalan utama Bangli-Kintamani, Anda
hanya perlu masuk ke barat sekitar 500 meter sudah akan bertemu dengan dusun
ini. Secara administratif, Penglipuran masuk wilayah Kelurahan Kubu, Kecamatan
Bangli, Kabupaten Bangli.
Penglipuran
sepertinya memang sudah ditakdirkan untuk menjadi yang terpilih. Jika dulu para
pendiri desa ini merupakan orang-orang terpilih dari Bayung Gede yang sangat
diandalkan dan disayang Raja Bangli, ketika turisme di Bali berkembang pesat,
desa ini juga dipilih Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bangli menjadi desa wisata
tradisional unggulan.
Maka,
sesuai dengan namanya, Penglipuran kemudian menjadi tempat untuk menenangkan
diri bagi banyak orang. Banyak turis yang datang ke desa ini untuk melihat
tatanan desa yang asri, masyarakatnya yang ramah serta adat dan tradisi yang
unik. Penglipuran menjadi salah satu desa wisata unggulan Kabupaten Bangli.
Bukan
hanya adat istiadat unik dan otentik yang “dijual” Penglipuran. Desa ini juga
memiliki potensi kekayaan alam berupa hutan bambu. Hutan bambu yang dimiliki
Penglipuran terbilang cukup luas, mencapai 75 hektar. Di hutan bambu itu
umumnya tumbuh tanaman bambu jenis lokal.
Selain
diajak berkeliling menyaksikan model rumah dengan angkul-angkul seragam, wisatawan biasanya akan diajak berkeliling
ke hutan bambu. Jalan melingkar dengan paving
block menjadi akses untuk mengitari hutan bambu yang sejuk itu.
Namun,
pascaterjadinya ledakan bom di Kuta, 12 Oktober 2002, Penglipuran tak lagi
seramai sebelumnya. Tidak banyak wisatawan yang datang ke desa ini. Warga
Penglipuran turut merasakan perihnya dampak pengeboman yang dilakukan Amrozy
Cs.
Redupnya
dunia pariwisata bukan berarti kiamat bagi warga Penglipuran. Pariwisata
bukanlah satu-satunya sumber kehidupan bagi mereka. Sejak lama mereka dikenal
sebagai petani tegalan yang ulet. Memang, di Penglipuran yang banyak dijumpai
adalah tanah kering dan tegalan. Di dusun yang terletak pada ketinggian 700
meter di atas permukaan laut ini tidak ada tanah basah atau sawah.
Selain
sebagai petani tegalan, sebagian warga Penglipuran juga melakoni hidup dalam
usaha kerajinan gedek. Bahan-bahan untuk membuat gedek itu bersumber dari hutan
bambu yang dimiliki desa ini. (b.)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar