Menu

Mode Gelap
Tunduk Pada Pararem, LPD Kedonganan Terapkan Laporan Keuangan Adat Bebantenan, Cara Manusia Bali Menjaga Alam Semesta SMAN 1 Ubud dan SMAN 2 Semarapura Juarai Lomba Bulan Bahasa Bali di UPMI Bali Bulan Bahasa Bali VI Jalan Terus, Tapi di Hari Coblosan “Prai” Sejenak Konservasi Pemikiran dan Budaya Melalui Gerakan Literasi Akar Rumput

Segara Giri · 24 Agu 2013 03:55 WITA ·

Tumpek Landep, Nunas Taksu di Pura Karang Boma


					Tumpek Landep, Nunas Taksu di Pura Karang Boma Perbesar

Bertepatan dengan hari TumpekLandep yang jatuh pada Saniscara Kliwon wuku Landep, Sabtu, 24 Agustus 2013 hari ini, sebuah pura di ujung selatan Pulau Bali kerap didatangi umat. Pura Karang Boma, begitu pura ini diberi nama, didatangi umat yang hendak nunas taksu.
Pura Karang Boma di Banjar Sawangan, Kuta Selatan
Masyarakat di Sawangan dan sekitarnya kerap menyebut pura ini dengan nama Pura Barong-barongan. Padahal, nama “resmi” pura yang secara administratif berada di wilayah Desa Adat Peminge, Kelurahan Benoa, Kuta Selatan, Badung ini adalah Pura Dalem Karang Boma. Nama Barong-barongan jauh lebih tenar dibandingkan Karang Boma. Nama Barong-barongan itu diberikan oleh para nelayan yang sering melintas di lautan depan Pura Karang Boma.
Para nelayan itu, konon sering kebingungan, tak tahu arah. Karena tak tahu arah, akhirnya para nelayan itu berdoa di atas perahunya. Selang beberapa saat kemudian, mereka melihat bukit tempat berdirinya Pura Karang Boma seperti barong yang sedang menari.
Terlepas dari cerita tentang nelayan itu, senyatanya Pura Karang Boma memang menjadi tempat pesucian (sakralisasi) dan masolah (menari) sejumlah pelawatan barong yang ada di Denpasar dan Badung. Ada tujuh pelawatan barongyang selalu lunga ke Pura Karang Boma saat piodalan saban Tumpek Landep yaknipelawatan barong Banjar Lantang Bejuh, Seseten, pelawatan barong dari Desa Sidakarya, Pedungan, Bualu, Pagan, Kelandis, Suci, dan Sawangan sendiri. Pelawatan-pelawatandari tujuh banjar atau desa itu memang nunas pasupati di pura ini.
Kayu bahan baku membuat pelawatan barong di tujuh daerah itu diambil dari pohon Taru Ben Taro yang tumbuh di bawah tebing Pura Karang Boma. Tepat di bawah tebing terdapat kolam alami yang juga biasa dijadikan tempat untuk masuci(ngerehang) saat dilakukan rehab pelawatan atau memperbaiki prerai pelawatan.
Fungsi sebagai nunas pasupati ini memang berkaitan erat dengan sejarah pura ini. Kendati belum benderang benar, menurut cerita lisan yang berkembang di masyarakat setempat, awalnya daerah yang kini bernama Sawangan itu bernama Kedok Lang Dukuh. Kala itulah, Ida Ratu Manik Maketel dari Dalem Ped Nusa Penida beryoga di bawah pohon Taru Mas yang kini berada di bawah tebing. Selang beberapa lama datanglah Ida Ratu Ayu Manik Mataum dari Pasar Agung, Besakih. Kedua bersaudara ini kemudian membangun parahyangan (tempat suci).
Sampai suatu ketika datanglah mahakawi-wiku suci Danghyang Nirartha. Dalam perjalanan dari Tanjung Benoa serta Geger, sang rsi suci itu kemudian melihat sebongkah batu bersinar menyerupai api. Batu itu pun didekati dan diberi nama Karang Geni. Dari nama Karang Geni ini kemudian berubah menjadi Karang Boma. Geni merupakan kekuatan dari Boma.
Di tempat ini, purohita (pendeta) Kerajaan Gelgel itu kemudian beryoga hingga memperoleh anugerah pasupatidari Batara Siwa. Anugerah ini kemudian diberikan kepada Ida Ratu Manik Maketel dan Ida Ratu Manik Mataum. Karena tempat ini memiliki arti penting kemudian dibangun parahyangan dengan nama Pura Karang Boma.
Struktur Pura Karang Boma sungguh menarik. Bagian jeroan atau utama mandala  berada di posisi paling rendah, sedangkan jaba tengah berada pada posisi lebih tinggi dan jaba sisi di posisi paling tinggi. Struktur ini tampaknya berkaitan erat dengan posisi lahan yang memang berupa tebing curam.
Di utama mandala pura terdapat sedikitnya tujuh pelinggih (bangunan suci). Pelinggihutama berupa gedong pajenengan Ida Ratu Manik Mataum sebagai stana Hyang Pasupati. Berikutnya ada gedong saka anda sebagai linggih Ida Ratu Ayu Manik Maketel. Ada juga gedong pengasti Taman Sari, taksu agung, pelinggih Ratu Ayu Sri Suka Sedana, meru tumpang satu linggih Sedahan Lamak serta tugu apit lawang linggih Ida Gede Ngurah Pengenter.
Yang unik, pujawali di Pura Karang Boma tidak diikuti dengan nyejer. Pujawali mesti dilaksanakan sehari saja, mulai pukul 13.00 hingga sekitar pukul 03.00. Setelah itu Ida Batara langsung masineb. Kecuali bila ada karya(upacara) tertentu. (b.)
_____________________________________ 

Penulis: I Made Sujaya 
Foto: I Made Sujaya 
Penyunting: Ketut Jagra
http://feeds.feedburner.com/balisaja/pHqI
Artikel ini telah dibaca 341 kali

badge-check

Redaksi

Baca Lainnya

Hari Ini Nyepi Segara di Kusamba, Begini Sejarah, Makna, dan Fungsinya

9 November 2022 - 08:17 WITA

Nyegara Gunung di Gunung Payung

7 November 2022 - 06:58 WITA

“Nyaagang” di Klungkung, “Masuryak” di Tabanan: Tradisi Unik Hari Kuningan

18 Juni 2022 - 14:29 WITA

Magalung di Kampung: Sembahyang Subuh, Munjung ke Kuburan, Malali ke Pesisi

8 Juni 2022 - 16:31 WITA

Tiga Jenis Otonan dalam Tradisi Bali

26 Mei 2022 - 00:57 WITA

Tari Rejang: Warisan Bali Kuno, Simbol Keindahan dan Kesucian

4 Juni 2021 - 22:50 WITA

Trending di Sima Bali