Teks dan Foto: I Made Sujaya
Sehari setelah hari Saraswati, umat Hindu merayakan hari
Banyupinaruh. Biasanya, hari pertama di wuku Sintha itu diisi dengan kegiatan
mandi ke laut pada pagi-pagi buta, sekitar pukul 04.00. Awam biasa menyebutnya
sebagai kegiatan melukat.
![]() |
Melukat banyupinaruh di laut |
Banyupinaruh berasal dari kata banyu dan pinaruh. Menurut
Ketua Yayasan Dharma Acarya Denpasar, IB Putu Sudarsana, banyu berarti ‘air’. Air dalam makna agama adalah tirtha. Tirtha bersinonim dengan amertha,
yakni kehidupan itu sendiri. Kata pinaruh
dari akar kata pinih dan weruh. Pinih berarti ‘utama’, sedangkan weruh berarti ‘pengetahuan atau kecerdasan’. Dengan demikian, urai
Sudarsana dalam buku Ajaran Agama Hindu
(Acara Agama), banyupinaruh merupakan
ritual memohon tirtha sebagai
kekuatan amertha kepradnyanan
(kecerdasan).
![]() |
Melukat banyupinaruh di sumber mata air di Pura Tirtha Empul, Tampaksiring, Gianyar |
Pada hakikatnya, Banyupinaruh adalah momentum pembersihan
dan penyucian diri. Ilmu pengetahuan adalah jalan pembersihan dan penyucian
diri utama.
Melukat dengan mandi
ke laut sejatinya sebagai simbol pembersihan dan penyucian diri. Bukan hanya
laut, danau serta sumber-sumber mata air yang disucikan juga bisa dijadikan
tempat melukat saat Banyupinaruh.
Usai melukat di
laut, danau, sungai atau sumber mata air, umat Hindu biasanya melaksanakan
pembersihan dan penyucian diri lagi di rumah dengan menyiramkan air kumkuman (air kembang) di kepalanya. Prosesi
selanjutnya menghaturkan sesaji rayunan yasa pada setiap pelinggih serta
bersembahyang memohon anugerah kecerdasan dari Sang Hyang Aji Saraswati.
Yang menarik dalam ritual Banyupinaruh adanya prosesi minum loloh (jamu) sad rasa (enam rasa) dan makan nasi
pradnyan (nasi kecerdasan) sebagai simbol anugerah ilmu pengetahuan.
Menurut IB Sudarsana, loloh sad rasa
terbuat dari segenggam beras galih
(beras yang butirannya masih utuh atau tidak hancur), gamongan, garam serta air kumkuman
kayu cendana. Nasi pradnyan berwujud nasi kuning dilengkapi
dengan lauk panuk, kacang saur, telur, daging ayam, kecarum, mentimun, terung
dan lainnya. Mirip dengan nasi yasa
sehingga dinamakan pula nasi yasa
saraswati.
Setelah menikmati loloh
sad rasa dan nasi pradnyan itu, pujawali Saraswati yang dilaksanakan sejak
sehari sebelumnya (hari Saraswati) pun dinyatakan lebar atau berakhir. (*)
Terima kasih atas artikel ini. Saya diingatkan dengan sebuah tradisi lama di keluarga kami. I like it! Inspiratif
BalasHapus