Namun, ada dua jejak berbeda dalam sejarah Gianyar yang menarik untuk disimak selain jejak-jejak kelamnya.
Jejak pertama yakni di pertengahan abad XIX. Raja Dewa Manggis VII yang memerintah kerajaan Gianyar mengangkat seorang patih agung yang ulung dari kaum Sudra yakni dua bersaudara, I Made Pasek dan I Ketut Pasek. Seperti ditulis Ida Anak Agung Gde Agung dalam buku Bali Abad XIX (1989) patih ini di mata raja dan masyarakat kerajaan Gianyar saat itu dianggap sebagai seorang yang cakap dalam soal pemerintahan dan diplomasi. Kepiawaian politik I Made Pasek disebut-sebut telah mengantarkan kerajaan Gianyar disegani sebagai kerajaan yang berwibawa di
Tatkala mengawini seorang wanita dari Desa Sukawati yang kemudian diberi nama Jero Nyeri, Dewa Manggis VII mengangkat I Ketut Sare atau I Ketut Sukawati sebagai patih agung. Sejak saat itu, peran I Made Pasek tergantikan. Menurut Ida Anak Agung Gde Agung, sejak I Ketut Sare diangkat menjadi patih agung, kerajaan Gianyar mengalami masa suram. Pasalnya, I Ketut Sare dianggap tidak mempunyai pengalaman dalam soal pemerintahan, tidak pernah mengeyam pendidikan untuk menjabat suatu jabatan dalam pemerintahan serta dalam masa yang begitu genting akibat pertikaian politik Gianyar dengan Klungkung dan Bangli.
Jejak kedua, pada dua dekade permulaan abad ke-20. Ketika itu, Belanda mewajibkan orang
Mendapat beban berat seperti itu, bukan berarti rakyat jelata
Kedua jejak ini terasa paradoks, memang. Pada jejak pertama kita melihat adanya penghargaan kepada kelompok masyarakat dari kelas bawah untuk turut berada dalam akses kekuasaan. Sementara jejak kedua menggambarkan perjuangan kelas bawah yang ingin disetarakan, tak ada diskriminasi.
Namun, catatan penting yang bisa diberikan pada kedua jejak ini yakni pada adanya semangat pembaruan. Jejak pertama menunjukkan adanya kesadaran penguasa untuk menghargai kompetensi pribadi-pribadi terpilih dari rakyatnya yang pada masa itu dipandang tidak lazim bahkan tidak tepat untuk menduduki suatu posisi terhormat dalam elite kekuasaan. Pada jejak kedua kita melihat semangat pembaruan dari rakyat Gianyar yang rindu melihat perlakuan yang setara dan sejajar.
Inilah barangkali sumbangan kecil dari sejarah Gianyar di antara jejak-jejak masa lalunya yang kelam. * I Made Sujaya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar